Kamis, 11 Agustus 2016

HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH



HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH
1 Korintus 12 : 12

Salah satu metafora atau gambaran tentang gereja atau orang percaya disebut sebagai keluarga Allah. Dasarnya jelas, Efesus 2: 19 menyatakan, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing atau pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah”. Kita disebut anggota keluarga Allah, oleh karena Kristus telah mendamaikan dan mempersatukan kita dengan Allah. Kita disebut sebagai anak-anakNya. Itulah status atau keberadaan kita.  Jika kita adalah anak Allah, maka Allah lah yang menjadi Bapa kita, Dialah pemilik hidup kita dan Dia berkuasa atas seluruh hidup kita.

Prinsip-prinsip hidup sebagai keluarga Allah:

1.      Menjaga atau memelihara kesatuan.

Ada peribahasa, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh (jangan diplesetkan; bercerai kawin lagi).
Artinya bahwa kesatuan itu sangat urgen, karena itu harus tetap dijaga dan dipelihara. Pemerintah kita terus berjuang mempertahankan NKRI, harga mati. Mengapa kesatuan itu urgen dalam gereja? Karena kesatuan itu adalah “modal” kekuatan untuk bisa maju dalam banyak hal. Disisi lain, karena ada banyak perbedaan, sehingga rentan atau sensitif juga dengan perpecahan. Perbedaan itu berkaitan dengan banyak hal, seperti latar belakang suku, bahasa dan budaya, perbedaan pendidikan, pekerjaan, pengalaman, bahkan juga berbeda karunia-karunia dalam pelayanan. Konteks bacaan kita memang secara spesifik menyatakan adanya perbedaan itu (Yahudi-Yunani, budak dan orang merdeka), tetapi kita bisa hidup dalam kesatuan karena kita berasal dari satu Allah, satu Tuhan, satu Roh, satu baptisan (ay. 4-6, 13).  Paulus dalam Efesus 4: 3-6 juga mengingatkan jemaat Efesus supaya berusaha memelihara kesatuan Roh. Setiap kita harus menyadari perbedaan itu, dan perbedaan dapat diatasi, jika kita menyadari kita satu tubuh Kristus serta tunduk kepada Kristus yang adalah kepala Gereja.  Kesatuan yang dimaksud bukan uniform tapi unity in diversity (kesatuan dalam kepelbagaian/keanekaragaman). Selain itu, kita harus ingat kesatuan kita adalah kesatuan organis bukan kesatuan organisatoris semata-mata. Maka kesatuan itu hidup dan semakin erat jika terus dijaga dan dipelihara melalui relasi rohani yang semakin intim.
 
2.      Bersinergi dalam pelayanan.

Memang ada perbedaan fungsi atau peran, sesuai dengan karunia masing-masing. Tetapi jika masing-masing dapat memahami, menerima dan menjalankan perannya dengan bersinergi satu sama lain, pastilah hasilnya lebih maksimal. Sama seperti satu tubuh banyak anggota ; semua anggota adalah bagian dari tubuh (ay. 14-20) dan semua saling membutuhkan (ay. 21-25).  Tidak ada single fighter tapi team work. Tidak ada yang sombong dan berkata, aku bisa sendiri dan aku tidak membutuhkanmu. Saling menghormati, karena semua sama-sama penting. Salah satu masalah dalam jemaat Korintus adalah kesombongan “rohani” karena kepintaran dan karunia-karunia rohani.  Terjadi perpecahan dalam jemaat karena tidak ada sinergi. Yang ada malah membuat kelompok-kelompok dalam gereja (bnd. 1 Kor 1), ada golongan Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus. Maka Paulus berkata dalam pasal 13, sekalipun kamu pintar, memiliki banyak karunia dst, jika tanpa kasih itu nilainya 0. Ada orang berkata: Kita bisa melayani tanpa kasih, tapi kita tidak bisa mengasihi tanpa melayani. Karena itu melayanilah dengan kasih dan tingkatkan sinergi. Seperti kita sekarang ini dalam ibadah; ada pemusik, ada liturgis, ada singer, ada pengkhotbah, ada majelis semua saling melengkapi menjadi sebuah tim, sehingga ibadah dapat berjalan dengan baik. Demikian juga dalam jemaat, hendaklah masing-masing aktif dan bertanggung jawab, tetapi ada sinergi, tidak jalan sendiri-sendiri.

3.      Sehati sepikir dalam keluarga

Sehati sepikir atau seia sekata. Bahasa umumnya senasib sepenanggungan. Ayat 26, jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita. Jika satu anggota dihormati, semua anggota bersukacita. Perlu ada kepekaan melihat situasi atau keadaan di dalam keluarga. Kita peduli tentang perasaan dan apa yang dipikirkan oleh orang lain. Paulus berkata; Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (Fil.2 :5).  Kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus, yang rela berkorban demi orang lain. Butuh pengorbanan untuk bisa sehati sepikir; waktu, tenaga, pikiran, perasaan, uang dll, agar pelayanan mengalami kemajuan. Keluarga Allah terbangun dengan baik. Filipi 2: 2, hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian sia-sia... utamakan kepentingan bersama sebagai keluarga Allah. Dalam konteks jemaat ada visi dan misi, maka kita buat program sesuai visi misi, dan mari kita tunduk (sehati sepikir) untuk mencapai tujuan bersama. Senang melihat orang lain berhasil, jangan senang melihat orang susah atau susah melihat orang lain senang.  Sebagai sesama anggota keluarga Allah, kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Saling mendorong, saling menguatkan, saling mendoakan atau dengan kata lain, menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Mari kita terus meningkatkan hubungan kekeluargaan kita dengan menjaga kesatuan, meningkatkan kerja sama tim atau sinergi dan hidup sehati sepikir supaya Tuhan dimuliakan dan kitapun diberkati.
Amin.

Tidak ada komentar:

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...