Jumat, 27 April 2018

Perjalanan Orang Percaya


EFESUS 5 : 1-18

Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, dengan siapa kita berjalan dan bagaimana kita berjalan? Bersama-sama dengan rasul Paulus kita akan pergi jalan-jalan.

1. Berjalan dalam Kasih.
Untuk memberi penjelasan tentang berjalan dalam kasih, Paulus membawa kita ke Bait Allah (1-7) dan mengingatkan kita akan pengorbanan Yesus bagi kita. Yesus menyerahkan diriNya sebagai korban yang harum bagi Allah menggenapi tuntutan hukum Taurat. Semua dilakukan karena kasih dan kasih adalah penggenapan Taurat. Jika kita berjalan dalam kasih, kehidupan kita akan meneladani Krisus menjadi persembahan yang hidup (Rom.12: 1-2, Filipi 2: 17); menjadi keharuman bagi Tuhan, seperti Maria yang mengurapi YESUS dengan narwastu, menimbulkan keharuman bagi seisi rumah (Yoh.12: 1-8). Orang yang hidup dalam kasih, hendaklah menjauhkan diri dari dosa. Dosa itu jelek dan berbau busuk bagi Tuhan (Yes.3: 24). Seperti percabulan, kecemaran, keserakahan, perkataan kotor, yang kosong dan sembrono dapat menyesatkan dan mendatangkan murka Allah. Maka “stop”, jangan coba-coba melakukannya. Berjalan dalam kasih berarti mengasihi  bukan hanya dengan perkataan tetapi juga perbuatan (1 Yoh.3: 18). Seperti apa kasih? Bisa lihat di 1 Kor.13 lebih lengkap.

2. Berjalan dalam terang.
Hidup dalam terang akan menghasilkan buah rohani (Gal. 5: 22-23).  Untuk itu, Paulus membawa kita jalan-jalan ke ladang (8-14).   Dalam ayat 9, Paulus memakai kata “buah”.  Di ladang kita dapat melihat dan menemukan buah berbagai pohon atau tanaman. Buah apa yang dapat dihasilkan dalam terang? Kebaikan, keadilan dan kebenaran.  Jika kita berjalan dalam terang, kita tidak dapat bersekutu dengan kegelapan (2 Kor.6 : 14-18). Artinya kita terpisah atau sudah dipisahkan dari kegelapan. Ada kontras atau perbedaan antara anak-anak terang dan anak kegelapan. Kontras berarti berbeda, tidak mirip, tidak abu-abu. Lain dulu, lain sekarang.  Ingat bahwa kegelapan itu sendiri tidak akan menghasilkan buah apa-apa.




3. Berjalan dalam hikmat.
Selanjutnya Paulus membawa kita jalan-jalan ke pasar (15-17) dan menasihati kita untuk menjadi seperti pedagang yang baik, yang tahu memanfaatkan kesempatan. Pergunakan waktu yang ada, artinya tebuslah waktumu (redeem your time).  Konsep penebusan (lutroo), membawa kita kepada pasar budak jaman dahulu. Para pedagang harus hati-hati dalam jual beli, jika kita bisa merugi, bukan untung tapi buntung. Jadi harus putar otak, pakai akal budi. Jika kita hidup dalam hikmat, kita menggunakan kesempatan dengan bijaksana. Kita berhati-hati dalam perjalanan, tidak sembarang jalan atau asal jalan. Perjalanan kita haruslah sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan sesuai dengan kehendakku.

4. Berjalan dalam pimpinan Roh Kudus.
Lalu, kita mengikutinya ke aula perjamuan (18-21) dan belajar hidup dalam Roh. Paulus menyebut hendaklah kamu penuh dengan Roh artinya dikendalikan oleh Roh Kudus bukan oleh hawa nafsu seperti alkohol. Orang mabuk kehilangan pengendalian diri, sebaliknya Roh Kudus memberi kita pengendalian diri. Orang mabuk mengalami kebahagiaan buatan yang bersifat sementara, sedangkan orang percaya mengalamai sukacita sejati dari Tuhan. Orang mabuk melakukan hal-hal bodoh yang melukai orang lain dan mempermalukan diri, tetapi orang percaya menolong orang lain dan hidup memuliakan Tuhan dengan Mazmur, puji-pujian dan nyayian rohani. Orang mabuk tidak tahu mengucap syukur, tetapi orang yang dipenuhi Roh Kudus senantiasa bersyukur dan hidup dalam kerendahan hati.

Kiranya Tuhan menolong kita untuk terus berjalan di jalan Tuhan yakni  dalam kasih, dalam terang, dalam hikmat dan dalam pimpinan Roh Kudus sehingga benar kita menjadi penurut-penurut Allah yang berkenan kepada Allah. Dengan iman kita menolak jalan lain, yang bukan dari Tuhan.
Amin

Selasa, 16 Mei 2017

Saling Membangun dalam Kebenaran



1 TESALONIKA 5 : 14-15

Persekutuan atau komunitas orang percaya adalah komunitas yang bersifat mutualis. Mutualis artinya saling menguntungkan, saling membangun, saling membutuhkan, saling melengkapi, saling memperhatikan, dan saling menghormati satu dengan yang lain. Tema kita Minggu ini : “Saling Membangun dalam Kebenaran” merupakan tiang bangunan dari sebuah persekutuan yang sejati. Mari kita mendalami tema ini dengan memperhatikan hal-hal berikut:

I. LATAR BELAKANG: MENGAPA HARUS SALING MEMBANGUN?

Orang percaya (gereja) hidup pada zaman atau masa eskatologis (penantian kedatangan Kristus kembali). Dalam 1 Tesalonika 5: 1-4, di jelaskan bahwa ...hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam hari. Itu berarti bahwa kedatanganNya tidak seorangpun yang tahu, namun Ia pasti akan datang. Oleh sebab itu Rasul Paulus mengingatkan jemaat agar tetap  hidup sebagai anak-anak terang atau anak-anak siang, bukan orang-orang malam  atau orang-orang kegelapan. INGAT! Status kita adalah anak terang. Maka tetaplah sadar dan berjaga-jaga, jangan tertidur (ayat 4-6). Apa ada dengan “hari Tuhan”? Jika mengacu pada Zefanya 1 : 14-18, Firman Tuhan berkata:  “...Dengar, hari Tuhan pahit, pahlawanpun akan menangis. Hari kegemasan hari itu, hari kesusahan dan kesulitan, hari kemusnahan dan pemusnahan, hari kegelapan dan kesuraman, hari berawan dan kelam, hari peniupan sangkakala dan pekik tempur terhadap kota-kota yang berkubu dan terhadap menara penjuru yang tinggi. Aku akan menyusahkan manusia, sehingga mereka berjalan seperti orang buta...” Inilah gambaran situasi kondisi diakhir zaman ini. Intinya masa penantian itu tidak mudah karena ada banyak tantangan. Dalam  situasi dan kondisi yang tidak mudah, gereja harus erat bersatu, saling menasihati  dan saling membangun satu dengan yang lain (lihat ayat 11).

II. NASIHAT-NASIHAT UNTUK SALING MEMBANGUN DALAM KEBENARAN

Di dalam bacaan kita ayat 14-15 ada lima hal yang harus diperhatikan dalam menjalani hidup sebagai anak-anak terang. Sebuah pola hidup yang saling membangun satu dengan yang lain. 1). Tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib. Orang yang tidak tertib (disorderly) adalah orang yang tidak disiplin, orang yang keluar dari barisan (secara militer), orang yang malas-malasan bekerja atau orang yang hidup menurut keinginannya sendiri dan bertentangan dengan Injil. Orang yang seperti ini adalah orang yang tidak peduli dengan aturan atau kebenaran. Tegorlah mereka dengan kasih dan kebenaran. Lebih baik tegoran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi (Ams. 27: 5). Setiap kita punya hak untuk menegor, namun haruslah memperhatikan cara dan motivasi menegur seseorang.  2). Hiburlah mereka yang tawar hati. Orang yang tawar hati adalah orang yang patah semangat, tidak konfiden, tidak bergairah, lemah pikiran, kuatir dan mengalami ketakutan menjalani hidup. Hal ini bisa diakibatkan ketakutan karena intimidasi, tekanan, penganiayaan ataupun penghinaan dari orang-orang yang belum percaya. Mereka melakukan kebenaran akan tetapi selalu ada perlawanan. Akibatnya mereka tawar hati, maka hiburlah mereka, dorong mereka agar bangkit kembali dalam iman. 3). Belalah mereka yang lemah. Orang yang lemah, bisa saja berarti secara fisik, mental maupun rohani (iman). Mereka butuh pembelaan artinya mereka butuh sahabat, pembimbingan (mentoring) yang dapat menguatkan. Seperti Paulus terhadap Timotius. Roma 15: 1 berkata: Kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.  4). Sabarlah terhadap semua orang.  Adanya perbedaan satu dengan yang lain menuntut kesabaran kita menghadapi semua orang. Kesabaran selalu berhubungan dengan keadaan sulit [penderitaan] bahkan kesabaran merupakan senjata untuk mengatasi kesulitan. Sebab itu dengan mudah kita mendeteksi seseorang untuk dilihat sabar atau tidak, yaitu dari daya tahannya terhadap masa sulit atau fitnahan. Kesabaran tidak muncul secara otomatis dalam diri seseorang. Sabar berarti mampu menahan diri bahkan rela menderita demi orang lain. Kita bisa melihat contoh Ayub, Paulus dll.   5). Perhatikanlah, jangan membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik. Usahakan berarti lakukanlah perkara-perkara yang baik. Bahkan ketika orang lain berbuat jahat, jangan membalas, tetapi fokus pada perbuatan baik. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkan kejahatan dengan kebaikan. Ibrani 10: 24 mengatakan, “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam perbuatan baik”.

III. TUJUAN SALING MEMBANGUN DALAM KEBENARAN

Tujuannya jelas, agar jemaat menjadi kuat dalam iman, teguh berdiri dalam iman sehingga mereka siap menghadapi segala tantangan (bnd. 1 Tes.3: 8). Juga agar jemaat bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain dan terhadap semua orang (1 Tes. 3: 12). Selain itu supaya mereka hidup kudus dan berkenan kepada Allah (1 Tes.4: 1).  Dan ketika jemaat saling membangun maka di dalamnya ada sukacita bersama (1 Tes.5 : 16). Di mana ada kebenaran, di situ akan timbul damai sejahtera dan sukacita (Yes.32: 17). Selain itu, Jemaat menjadi alat kesaksian bagi lingkungan dan pastilah Tuhan dimuliakan.

KESIMPULAN

Gereja yang kuat adalah gereja yang dibangun di atas kebenaran Kristus. Gereja yang hidup dalam kebenaran haruslah saling membangun dalam kebenaran. Saling membangun agar kehidupan moral maupun rohani dapat bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan. Jemaat terus berjalan searah dengan langkah-langkah Tuhan. Hidup melakukan kehendak Tuhan. Inilah saatnya (kairos) untuk kita saling membangun, selama masih siang atau sebelum Kristus datang. Sebab jika tidak, yang tersisa hanyalah penyesalan yang tidak berbuah apa-apa.

Orang yang memberi nasihat kepada yang lain, adalah orang yang tentunya mengerti kebenaran, mengalami kebenaran dan hidup dalam kebenaran. Kebenaran tentu bicara tentang Firman yang hidup. Orang yang memiliki karakter Kristus yang dapat menjadi teladan baik pikiran, perasaan, perkataan maupun perbuatan. Jikalau seseorang tidak dapat menjadi teladan, maka akan menjadi batu sandungan di tengah-tengah persekutuan. Paulus mengingatkan supaya kita tetap bersukacita, tetap berdoa, tetap mengucap syukur dalam segala hal, tetap bersemangat, tetap menghormati firman Tuhan, tetap berpegang pada yang baik dan menjauhkan diri dari segala kejahatan (ayat 16-22). Ini adalah kualitas rohani yang harus kita miliki agar tetap kuat dan dapat menguatkan orang lain. Marilah kita saling membangun dalam kebenaran. Tuhan memberkati.

Kamis, 11 Agustus 2016

HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH



HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH
1 Korintus 12 : 12

Salah satu metafora atau gambaran tentang gereja atau orang percaya disebut sebagai keluarga Allah. Dasarnya jelas, Efesus 2: 19 menyatakan, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing atau pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah”. Kita disebut anggota keluarga Allah, oleh karena Kristus telah mendamaikan dan mempersatukan kita dengan Allah. Kita disebut sebagai anak-anakNya. Itulah status atau keberadaan kita.  Jika kita adalah anak Allah, maka Allah lah yang menjadi Bapa kita, Dialah pemilik hidup kita dan Dia berkuasa atas seluruh hidup kita.

Prinsip-prinsip hidup sebagai keluarga Allah:

1.      Menjaga atau memelihara kesatuan.

Ada peribahasa, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh (jangan diplesetkan; bercerai kawin lagi).
Artinya bahwa kesatuan itu sangat urgen, karena itu harus tetap dijaga dan dipelihara. Pemerintah kita terus berjuang mempertahankan NKRI, harga mati. Mengapa kesatuan itu urgen dalam gereja? Karena kesatuan itu adalah “modal” kekuatan untuk bisa maju dalam banyak hal. Disisi lain, karena ada banyak perbedaan, sehingga rentan atau sensitif juga dengan perpecahan. Perbedaan itu berkaitan dengan banyak hal, seperti latar belakang suku, bahasa dan budaya, perbedaan pendidikan, pekerjaan, pengalaman, bahkan juga berbeda karunia-karunia dalam pelayanan. Konteks bacaan kita memang secara spesifik menyatakan adanya perbedaan itu (Yahudi-Yunani, budak dan orang merdeka), tetapi kita bisa hidup dalam kesatuan karena kita berasal dari satu Allah, satu Tuhan, satu Roh, satu baptisan (ay. 4-6, 13).  Paulus dalam Efesus 4: 3-6 juga mengingatkan jemaat Efesus supaya berusaha memelihara kesatuan Roh. Setiap kita harus menyadari perbedaan itu, dan perbedaan dapat diatasi, jika kita menyadari kita satu tubuh Kristus serta tunduk kepada Kristus yang adalah kepala Gereja.  Kesatuan yang dimaksud bukan uniform tapi unity in diversity (kesatuan dalam kepelbagaian/keanekaragaman). Selain itu, kita harus ingat kesatuan kita adalah kesatuan organis bukan kesatuan organisatoris semata-mata. Maka kesatuan itu hidup dan semakin erat jika terus dijaga dan dipelihara melalui relasi rohani yang semakin intim.
 
2.      Bersinergi dalam pelayanan.

Memang ada perbedaan fungsi atau peran, sesuai dengan karunia masing-masing. Tetapi jika masing-masing dapat memahami, menerima dan menjalankan perannya dengan bersinergi satu sama lain, pastilah hasilnya lebih maksimal. Sama seperti satu tubuh banyak anggota ; semua anggota adalah bagian dari tubuh (ay. 14-20) dan semua saling membutuhkan (ay. 21-25).  Tidak ada single fighter tapi team work. Tidak ada yang sombong dan berkata, aku bisa sendiri dan aku tidak membutuhkanmu. Saling menghormati, karena semua sama-sama penting. Salah satu masalah dalam jemaat Korintus adalah kesombongan “rohani” karena kepintaran dan karunia-karunia rohani.  Terjadi perpecahan dalam jemaat karena tidak ada sinergi. Yang ada malah membuat kelompok-kelompok dalam gereja (bnd. 1 Kor 1), ada golongan Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus. Maka Paulus berkata dalam pasal 13, sekalipun kamu pintar, memiliki banyak karunia dst, jika tanpa kasih itu nilainya 0. Ada orang berkata: Kita bisa melayani tanpa kasih, tapi kita tidak bisa mengasihi tanpa melayani. Karena itu melayanilah dengan kasih dan tingkatkan sinergi. Seperti kita sekarang ini dalam ibadah; ada pemusik, ada liturgis, ada singer, ada pengkhotbah, ada majelis semua saling melengkapi menjadi sebuah tim, sehingga ibadah dapat berjalan dengan baik. Demikian juga dalam jemaat, hendaklah masing-masing aktif dan bertanggung jawab, tetapi ada sinergi, tidak jalan sendiri-sendiri.

3.      Sehati sepikir dalam keluarga

Sehati sepikir atau seia sekata. Bahasa umumnya senasib sepenanggungan. Ayat 26, jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita. Jika satu anggota dihormati, semua anggota bersukacita. Perlu ada kepekaan melihat situasi atau keadaan di dalam keluarga. Kita peduli tentang perasaan dan apa yang dipikirkan oleh orang lain. Paulus berkata; Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (Fil.2 :5).  Kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus, yang rela berkorban demi orang lain. Butuh pengorbanan untuk bisa sehati sepikir; waktu, tenaga, pikiran, perasaan, uang dll, agar pelayanan mengalami kemajuan. Keluarga Allah terbangun dengan baik. Filipi 2: 2, hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau pujian sia-sia... utamakan kepentingan bersama sebagai keluarga Allah. Dalam konteks jemaat ada visi dan misi, maka kita buat program sesuai visi misi, dan mari kita tunduk (sehati sepikir) untuk mencapai tujuan bersama. Senang melihat orang lain berhasil, jangan senang melihat orang susah atau susah melihat orang lain senang.  Sebagai sesama anggota keluarga Allah, kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Saling mendorong, saling menguatkan, saling mendoakan atau dengan kata lain, menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Mari kita terus meningkatkan hubungan kekeluargaan kita dengan menjaga kesatuan, meningkatkan kerja sama tim atau sinergi dan hidup sehati sepikir supaya Tuhan dimuliakan dan kitapun diberkati.
Amin.

Selasa, 26 Januari 2016

KELUARGA SEBAGAI PENATALAYAN



Kejadian 1 : 28; 2 : 15

Pada minggu-minggu sebelumnya kita sudah membahas tema-tema yang sangat penting berkaitan dengan keluarga. Bahwa keluarga adalah rancangan Allah Tritunggal, Dia merancang demikian sempurna, mempersatukan, memberkati, memberikan shalom (damai sejahtera) sehingga keluarga tetap berada dalam kebahagiaan karena pimpinan Tuhan. Akan tetapi Allah membentuk keluarga bukan hanya untuk menikmati segala berkat Tuhan, melainkan juga harus bekerja bagi Tuhan, mengikuti perintah Tuhan. Tuhan memberi mandat kepada manusia bukan hanya menguasai bumi, tetapi juga mengusahai bumi agar tetap terpelihara dengan baik. Berkaitan dengan hal ini, kita akan merenungkan Firman Tuhan di bawah tema : “Keluarga sebagai Penatalayan” dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1.       PENGERTIAN PENATALAYANAN MENURUT ALKITAB

Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Setelah segala sesuatu sudah tersedia, lalu Allah menjadikan manusia menurut gambarNya, laki-laki dan perempuan (Kej. 1: 26-27). Kemudian Allah memberkati mereka menjadi sebuah keluarga. Allah berfirman atau memberi perintah agar beranak cucu dan bertambah banyak: memenuhi bumi dan menaklukkan bumi; berkuasa atas seluruh ciptaan lain (lihat Kej. 1: 28). Tuhan Allah menempatkan manusia itu dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kej. 2: 15). Jadi Tuhan mencipta manusia dan memberi tugas kepercayaan untuk menjadi penatalayan (stewardship).

Penatalayanan (stewardship) berarti pekerjaan menata dan melayani. Kata “berkuasalah” dala Kej. 1: 28 (Ibr. Radah) berarti to rule over atau mengatur. Juga kata “mengusahakan” (Ibr. Abodah/ to dress; to serve), (KJV. to work it; to serve) dan kata “memelihara” (Ibr. Samar/ to keep; to tend) (KJV. to take care of it,  to protect; quarding). Itulah tugas penatalayan yang diperintahkan oleh Tuhan. Manusia harus bekerja bukan karena konsekuensi langsung dari dosa, tetapi sejak awal Tuhan menghendaki manusia bekerja atau melayani. Sebagai contoh lainnya di Perjanjian Lama, kita tentu mengingat Yusuf yang diberi kepercayaan sebagai pengatur segala harta milik dan urusan rumahtangga tuannya (Kej. 39: 1-6). Demikian juga  dalam Perjanjian Baru, Yesus banyak pengajaran tentang penatalayanan, seperti dalam perumpamaan talenta (Mat. 25: 12-30). Hamba diberi kepercayaan untuk menjalankan harta milik tuannya. Istilah yang dipakai dalam bahasa Yunani adalah Oikonomos yang berarti penatalayan, pengurus atau pengelola rumah Allah (1 Ptr. 4: 10).

2.       PRINSIP-PRINSIP PENATALAYANAN.

Ada beberap prinsip yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan penatalayanan, yakni:
a)      Allah adalah pemilik segala sesuatu termasuk pemilik hidup kita (Everything belongs to God) (bnd. Kel. 19: 5) dan manusia hanyalah pengelola/pengatur segala sesuatu yang dipercayakan Allah. Dan selalu harus diingat bahwa Allah bukan saja pemilik melainkan pencipta segala sesuatu.
b)      Allah memberi kuasa kepada manusia, tetapi bukan sebagai raja atau bos, melainkan sebagai hamba/pekerja yang melayani. Setiap kita hanyalah penatalayan (Every Christian is a steward)  (bnd. Matius 25:14-15).
c)       Allah menempatkan manusia di bumi (Taman Eden), sebagai penghuni dan tinggal di sana. Boleh menikmati hasil yang ada, memanfaatkan tetapi bukan untuk “menghabisi” buah atau hasil taman (Every Christian must to take care of his environment)  Manusia harus memelihara “taman” itu bukan mengeksploitasi sampai rusak.


3.       SIKAP KITA SEBAGAI PENATALAYAN

Penatalayanan cakupannya luas,  mencakup seluruh bidang dalam hidup ini, mulai dari dalam diri sendiri sampai ke luar dari diri kita. Ada penatalayanan waktu, bakat, rohani, kepemimpinan, harta milik, keluarga bahkan lingkungan dan seluruh bumi ini. Penatalayanan bersifat global.  Setiap kita dituntut untuk menjadi seorang penatalayan yang baik, setia dan bertanggung jawab. Mother Theresa pernah berkata bahwa meskipun perbuatan baiknya hanya sebagian kecil bagi masyarakat India, tapi itu seperti satu tetes air yang jatuh di samudera luas yang pasti menimbulkan riak dan gelombang kecil. Demikian juga dengan perbuatan kita sebagai warga dunia dan surga pasti membawa dampak. Alkitab menegaskan bahwa orang Kristen memiliki dua kewarganegaraan. Pertama, warga negara di dunia (Rom. 13); kedua, warga negara surgawi (Fil. 3:20). Sebagai warga dunia, orang Kristen harus menjadi warga negara yang baik di mana mereka tinggal. Setiap orang Kristen memiliki tanggung jawab sebagai warga negara yang baik dalam partisipasi membangun lingkungan hidup dengan cara :
a)      Bertanggung jawab sebagai penatalayan lingkungan hidup. Tujuan Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah ialah supaya menusia memerintah dan berkuasa atas alam semesta.  Ketika Dia mendelegasikan otoritas-Nya kepada manusia, Dia mau kita bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup dan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Kita tidak boleh cuek, tidak peduli dan sia-siakan perintah-Nya. Kita berusaha meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar kita, ada “rasa memiliki” sehingga kita menjaga kebersihan, keindahan, kerapian, kesejukan  lingkungan rumah, gereja, tempat kerja. Misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya, menanam kembang atau tanaman hijau (program go green), tidak merusak lingkungan, tetapi justru turut merawat supaya tetap indah dan rapi.
b)      Mendoakan lingkungan khususnya pemerintah dan kota dimana kita tinggal. Mendoakan pemerintah dan kota kita adalah salah satu peran yang harus kita lakukan untuk membangun lingkungan hidup kita. Adam dan Hawa diciptakan Tuhan dan diberi tanggung jawab memelihara lingkungan hidup. Tetapi tatkala mereka lengah dan tidak berjaga-jaga, datanglah si iblis menggoda dan menjatuhkan mereka dalam dosa. Itu sebabnya kita harus mendoakan para pemimpin bangsa kita karena itu perintah Tuhan (Yer. 29:7; 1 Tim.2:1-2).
c)       Peka dan berjaga-jaga di lingkungan di manapun kita berada. Dunia di mana kita tinggal sudah tercemar oleh dosa. Maraknya isu dan aksi yang meresahkan dan merusak ketentraman lingkungan patut kita waspadai. Ada ancaman teror secara membabi buta, ada gerakan seperti Gafatar dan yang lainnya yang merusak ideologi bahkan ada aksi dunia nyata maupun dunia maya yang merusak moral generasi muda seperti LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender) yang lagi marak di twitter dan Face Book dan lain-lainnya. Tuhan tidak hanya memerintahkan manusia beranak cucu dan memenuhi bumi, tetapi juga menatalayan atau memelihara lingkungan keluarga agar tetap takut akan Tuhan dan memuliakan Tuhan. 

Sasaran amanat Allah yang besar ini adalah seluruh umat ma­nusia dan dunia. Yesus adalah teladan orang Kristen dalam menatalayani sebab la datang untuk melayani, bukan untuk dilayani (Mark. 10: 45). Melayani manusia agar kembali kepada Tuhan. Kelak Tuhan meminta setiap orang Kristen mempertanggungjawabkan seluruh penatalayanannya berkaitan dengan waktunya, hartanya, kemampuannya, kerohaniannya, lingkungannya dan lainnya. "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggunganjawab tentang dirinya sendiri kepada Allah" (Rom. 14:12). Oleh sebab itu, mari kita melakukan tugas kita dengan rasa syukur dan motivasi kasih agar Tuhan dimuliakan dan kehadiran kita menjadi berkat di manapun kita berada.

Soli Deo Gloria!

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...