Sabtu, 05 Mei 2012

PELAYAN SEJATI


Markus 10 :43-45

Tuhan memilih kita untuk melayani Dia. Setiap hamba Tuhan yang baik pastilah ingin  menjadi pelayan yang sejati, bukan menjadi pelayan asal jadi. Kata pelayanan atau pelayan sangat familiar ditelinga kita, bahkan kita pun sering menggunakan kata itu. Mana yang lebih menyenangkan melayani atau dilayani? Kalau mau jujur, kita lebih senang dilayani bukan?
Kalau dunia menilai kebesaran dari segi kuasa, tahta, harta, prestasi, tetapi Yesus menilai kebesaran dari segi pelayanan.
Jika kita melihat konteks prikop ini secara komprehensif, prikop ini mengisahkan tentang pemberitahuan Kristus mengenai penderitaan yang akan dialami di Yerusalem. Yesus dalam wawasan profetisNya tahu hal yang akan terjadi (baca ay.33-34), Yesus akan menderita bahkan dijatuhi hukuman mati. Apakah murid-murid memahami tujuan kedatangan Yesus?
Bagaimana kualifikasi rohani seorang pelayan sejati? Mari kita belajar dari Yesus, pelayan sejati: 

1.      Pelayan sejati tidak berfokus pada posisi dan kuasa, tetapi melayani dengan rendah hati dan kelembutan. Lihat ayat 42-43, pemerintah bangsa-bangsa memerintah dengan tangan besi, dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras. Pelayan sejati beda dengan orang-orang dunia yang seringkali sombong, membusungkan dada (anggar dada). Yesus berhadapan dengan banyak orang. Yesus memang membenci dosa, tetapi Dia mengasihi semua orang berdosa.

2.      Pelayan sejati tidak berfokus pada diri sendiri, tetapi pada orang lain.  Ayat 44, yang mau jadi terkemuka, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya (must be slave for all), inilah sasaran pelayanan, bukan diri sendiri. Mau terkenal atau terkemuka? Jadilah hamba. Yakobus dan Yohanes memiliki permohonan yang ambisius tapi manusiawi juga(baca 37). Bisa saja mereka ingat firman; mintalah maka diberikan kepadamu, jadi mereka minta agar kedudukan yang signifikan dimasa depan dalam kerajaan. Tetapi permintaan itu tidak sesuai dengan apa yang Tuhan mau, lebih mengarah kepada ‘kelancangan’ murid-murid. Mereka masih belum nanggap misi Kristus datang ke dalam dunia. Banyak orang Kristen seperti Yohanes atau Yakobus dalam konteks ini yang belum mengerti esensi kedatangan Kristus ke dunia. Yang dikehendaki Kristus adalah agar kita mempersiapkan diri untuk menghadapi penderitaan, dan menyerahkan segalanya kepada Dia untuk memberikan upah kita atas penderitaan itu. Ini ironis, karena Yesus baru saja ngomong penderitaan, tetapi murid sudah minta kemuliaan. Murid-murid lain marah kepada Yakobus dan Yohanes, karena ternyata mereka juga ambisi untuk mendapat tempat utama. Yesus akhirnya memanggil mereka secara pribadi dan menegur mereka.

3.      Pelayan sejati tidak melayani dengan terpaksa, tetapi dengan kerelaan. Bukan mau dilayani sebagai orang terhormat, tetapi mau melayani orang lain dengan penuh hormat. Yesus berkata: Anak manusia datang untuk melayani bukan untuk dilayani (lih. Ayat 45). Kata melayani dalam bagian ini berasal dari kata Yunani Diakoneo yang memiliki beberapa arti: menyediakan makanan dimeja untuk majikan, melayani orang yang justru lebih rendah kedudukannya dari kita, menggunakan karisma yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang lain, menolong orang lain. Ia mengambil rupa seorang hamba (doulos) yang datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani (to serve; diakon). Ia taat sampai mati, Ia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.

         Yesus Kristus punya kuasa, kekuatan dan punya segala sesuatu.  Namun Dia rela melayani, menjadi hamba, menjadi korban karena kerelaan kasihNya. Untuk penebusan manusia yang berdosa. Saudara dan saya. Dia tidak berfokus kepada DiriNya sendiri, bagi banyak orang.  Sejatinya, kita harus meneladani Yesus. Rela memberi waktu, tenaga bahkan seluruh hidup demi Kerajaan Allah ditegakkan di bumi. Menjalankan kehendak Bapa di Surga. Ketika Yesus mengajarkan kita menjadi pelayan, hal itu tidak tergantung dari hasil yang didapatkan. Bagi Yesus, menjadi pelayan bagi orang lain sudah merupakan sebuah kebesaran jiwa dan watak. Kalau itu membuat orang lain bisa dipimpin dengan sukarela, maka tentu itu sesuatu yang baik. Namun, seandainya orang lain menolak dan menertawakan sikap melayani kita, kebesaran melayani itu tidak menjadi hilang. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran. Diikuti atau tidak diikuti bukanlah ukuran dari sebuah kebesaran. Jadilah pelayan yang sejati. Laus Deo

Tidak ada komentar:

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...