Markus 10 :43-45
Tuhan memilih kita
untuk melayani Dia. Setiap hamba Tuhan yang baik pastilah ingin menjadi pelayan yang sejati, bukan menjadi
pelayan asal jadi. Kata pelayanan atau pelayan sangat familiar ditelinga kita,
bahkan kita pun sering menggunakan kata itu. Mana yang lebih menyenangkan
melayani atau dilayani? Kalau mau jujur, kita lebih senang dilayani bukan?
Kalau dunia menilai
kebesaran dari segi kuasa, tahta, harta, prestasi, tetapi Yesus menilai
kebesaran dari segi pelayanan.
Jika kita melihat
konteks prikop ini secara komprehensif, prikop ini mengisahkan tentang
pemberitahuan Kristus mengenai penderitaan yang akan dialami di Yerusalem.
Yesus dalam wawasan profetisNya tahu hal yang akan terjadi (baca ay.33-34),
Yesus akan menderita bahkan dijatuhi hukuman mati. Apakah murid-murid memahami
tujuan kedatangan Yesus?
Bagaimana
kualifikasi rohani seorang pelayan sejati? Mari kita belajar dari Yesus,
pelayan sejati:
1. Pelayan sejati tidak berfokus
pada posisi dan kuasa, tetapi melayani dengan rendah hati dan kelembutan.
Lihat ayat 42-43, pemerintah bangsa-bangsa memerintah dengan tangan besi, dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras. Pelayan sejati beda dengan
orang-orang dunia yang seringkali sombong, membusungkan dada (anggar dada).
Yesus berhadapan dengan banyak orang. Yesus memang membenci dosa, tetapi Dia
mengasihi semua orang berdosa.
2. Pelayan sejati tidak berfokus
pada diri sendiri, tetapi pada orang lain.
Ayat 44, yang mau jadi terkemuka, hendaklah ia
menjadi hamba untuk semuanya (must be
slave for all), inilah sasaran pelayanan, bukan diri sendiri. Mau terkenal
atau terkemuka? Jadilah hamba. Yakobus dan Yohanes memiliki permohonan yang
ambisius tapi manusiawi juga(baca 37). Bisa saja mereka ingat firman; mintalah
maka diberikan kepadamu, jadi mereka minta agar kedudukan yang signifikan
dimasa depan dalam kerajaan. Tetapi permintaan itu tidak sesuai dengan apa yang
Tuhan mau, lebih mengarah kepada ‘kelancangan’ murid-murid. Mereka masih belum
nanggap misi Kristus datang ke dalam dunia. Banyak orang Kristen seperti
Yohanes atau Yakobus dalam konteks ini yang belum mengerti esensi kedatangan
Kristus ke dunia. Yang dikehendaki Kristus adalah agar kita mempersiapkan diri
untuk menghadapi penderitaan, dan menyerahkan segalanya kepada Dia untuk
memberikan upah kita atas penderitaan itu. Ini ironis, karena Yesus baru saja
ngomong penderitaan, tetapi murid sudah minta kemuliaan. Murid-murid lain marah
kepada Yakobus dan Yohanes, karena ternyata mereka juga ambisi untuk mendapat
tempat utama. Yesus akhirnya memanggil mereka secara pribadi dan menegur
mereka.
3. Pelayan sejati tidak melayani
dengan terpaksa, tetapi dengan kerelaan. Bukan mau dilayani
sebagai orang terhormat, tetapi mau melayani orang lain dengan penuh hormat. Yesus
berkata: Anak manusia datang untuk melayani bukan untuk dilayani (lih. Ayat 45).
Kata melayani dalam bagian ini berasal dari kata Yunani Diakoneo yang memiliki beberapa arti: menyediakan makanan dimeja
untuk majikan, melayani orang yang justru lebih rendah kedudukannya dari kita,
menggunakan karisma yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang
lain, menolong orang lain. Ia mengambil rupa seorang hamba (doulos) yang datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani (to serve; diakon). Ia taat sampai mati,
Ia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Yesus Kristus punya kuasa, kekuatan dan punya
segala sesuatu. Namun Dia rela melayani,
menjadi hamba, menjadi korban karena kerelaan kasihNya. Untuk penebusan manusia
yang berdosa. Saudara dan saya. Dia tidak berfokus kepada DiriNya sendiri, bagi
banyak orang. Sejatinya, kita harus
meneladani Yesus. Rela memberi waktu, tenaga bahkan seluruh hidup demi Kerajaan
Allah ditegakkan di bumi. Menjalankan kehendak Bapa di Surga. Ketika
Yesus mengajarkan kita menjadi pelayan, hal itu tidak tergantung dari hasil
yang didapatkan. Bagi Yesus, menjadi pelayan bagi orang lain sudah merupakan
sebuah kebesaran jiwa dan watak. Kalau itu membuat orang lain bisa dipimpin
dengan sukarela, maka tentu itu sesuatu yang baik. Namun, seandainya orang lain
menolak dan menertawakan sikap melayani kita, kebesaran melayani itu tidak
menjadi hilang. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran. Diikuti
atau tidak diikuti bukanlah ukuran dari sebuah kebesaran. Jadilah pelayan yang
sejati. Laus Deo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar