Sabtu, 08 Agustus 2009

LIFE STYLE ANAK TUHAN

LIFE STYLE ANAK TUHAN


Keadaan zaman Sekarang


Kita hidup di tengah zaman yang kritis dan krisis multi dimensi, khususnya di Indonesia. Namun demikian kita tidak bisa berkata, mengapa aku terlahir di zaman ini? Mengapa saya tidak dilahirkan 50 tahun lalu atau dilahirkan 100 tahun yang akan datang? Pasti ada maksud Tuhan di balik semua itu. Masing-masing harus bertanya: Mengapa aku ada di sini? Apa yang seharusnya saya lakukan di dalam realita zaman ini?

Hal yang penting adalah bagaimana kita hidup ditengah zaman sekarang, yang disebut sebagai era post modernisme, era globalisasi atau era trend, modis dll. Kita harus tahu tantangan yang kita hadapi, sehingga kita dapat memposisikan diri kita. Kita adalah orang yang diutus Tuhan Yesus ke dalam dunia ini (Yoh.17:15,18) maka kita tidak bisa mengelak dari realita yang ada. Di Indonesia saja kita tahu bahwa kehidupan begitu majemuk dalam berbagai hal, apakah masih ada kebenaran mutlak di dalamnya? Ada begitu banyak agama dan kepercayaan? Tetapi mengapa kita harus Kristen? Iman Kristen juga menghadapi begitu banyak tantangan. Tantangan dunia filsafat, budaya bangsa-bangsa, kemajuan dunia teknologi, agama-agama, masalah moralitas dll. Richard Rorty, seorang filsuf modern berkata: tidak ada kebenaran yang mutlak. Kebenaran hanya satu percakapan komunitas. Kebenaran orang Kristen untuk orang Kristen, kebenaran Islam untuk orang Islam dst. Etika pun menurut Alasdair McIntyre dalam bukunya After Virtue, tidak ada yang mutlak. Itu hanya wacana, kepercayaan, kesepakatan dan kegiatan komunitas bersama. Itu saja.

Bagaimana kita menghadapi tantangan yang demikian banyak? Secara logika, kita sadari pasti ada kebenaran mutlak. Kalau orang mengatakan: tidak ada kebenaran mutlak, dengan sikap meminta orang agar pendapatnya harus diterima sebagai hal yang mutlak, itu sudah masuk dalam wilayah kemutlakan. Jadi ada kemutlakan. Sebagai orang Kristen, kebenaran itu bukan ada pada diri kita, tetapi pada Allah, sumber kebenaran mutlak. Dan kita percaya, kebenaran mutlak dari Allah itu sudah Allah nyatakan dalam Alkitab. Alkitab menjadi pelita bagi kaki dan terang bagi jalan kita. Alkitab adalah buku penuntun hidup kita.


Hidup bukan dengan konsep sendiri

Sebagai anak-anak Tuhan, kita disebut sebagai manusia baru. Sebagai manusia baru, hidup kita jangan menjadi serupa dengan dunia, tetapi harus berubah sesuai dengan pembaruan akal budi kita (Rom.12:1-2). Kita melihat bagaimana Matius menggambarkan perbandingan nilai di Matius 6:25-34, bahwa kerajaan Allah dan kebenaranNya harus didahulukan dari yang lain. Selain itu, kalau kita melihat yang berharga, kita berani bayar dengan semua yang kita miliki (Mat.13:44-46). Konteks Tuhan Yesus ketika berkata dalam Injil Matius adalah ketika itu Tuhan Yesus diakui oleh Petrus, Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Tuhan mengatakan kepada Petrus, berbahagialah engkau Simon bin Yunus karena Bapa di di surga yang memberitakan ini kepadamu. Saat itu Petrus memberi jawaban yang benar. Dan kemudian Tuhan Yesus mengatakan juga, di atas batu karang ini... di atas petra, bukan petros, (di atas pengakuan iman yang benar, doktrin yang benar), Aku akan mendirikan jemaast-Ku.

Tetapi kemudian Dia melanjutkan ceritaNya. Kita hidup harus mengikuti Tuhan Yesus, tetapi mengikut Tuhan jangan dengan konsep mereka tentang Mesias saat itu. Mereka memikirkan kalau Yesus jadi raja, kami bisa mendapatkan kedudukan atau posisi-posisi penting. Kami bisa menjadi menteri-menteri, menjadi orang VIP. Ini adalah cara berpikir mengikut Tuhan dengan konsep egosentris. Tetapi sebaliknya, anak Tuhan harus hidup sesuai dengan konsep dan keinginan Tuhan. Tuhan Yesus menantang orang muda yang kaya itu agar menjual hartanya sebagai komitmen total dalam mengikut Tuhan Yesus (Mat.19:21-22).


Hidup dengan cara Tuhan Yesus (Bacaan: Matius 16:21-26)

Tuhan Yesus memberitahukan, bahwa Dia bukan raja dalam konsep mereka. Ia adalah raja yang dirajakan melalui penderitaan dan kematian-Nya. Dia memberitakan bahwa Dia, Anak Manuisa, akan menderita dan dianiaya oleh para ahli Taurat, para tua-tua dan pemimpin agama waktu itu. Dia akan menderita, akan mati dan kemudian Dia akan bangkit. Cara hidup yang Tuhan Yesus tawarkan adalah kemuliaan melalui penderitaan: NO CROSS, NO CROWN.

Jika kita membaca Injil pararel lainnya, nampak Petrus tidak suka hal itu. Petrus tidak setuju dengan apa yang Kristus katakana karena ia mempunyai konsep lain. Petrus merupakan wakil kita yang tidak suka cara ini. Tetap Tuhan Yesus menegur Dia, Enyahlah Iblis. Saat itu Petrus seperti Iblis yang menawarkan semua kerajaan dunia dan kemegahannya dan berkata, semuanya ini akan kuberikan kepada-Mu, jika engkau mau bersujud kepadaku (Mat. 4:8-9), satu tawaran yang mudah, indah tanpa penderitaan, tanpa salib, tanpa kematian.

Satu hal yang harus kita tahu: Waktu Sdr percaya kepada Tuhan Yesus, waktu saudara mau menjadi muridNya, waktu saudara mau menjadi pengikutnya, ingatlah Tuhan Yesus memberikan syarat dan ujian yang membedakan apakah kita sungguh-sungguh mengikuti Dia.


Sikapku: Menyangkal Diri


Kata menyangkal diri dapat kita hubungkan dengan peristiwa Petrus yang menyangkal Tuhan Yesus 3 kali. Ia mengatakan : saya tidak kenal Dia 3 kali. Seorang penafsir berkata: menyangkal diri berarti tidak kenal diri lagi. Tidak ada diri sendiri, tidak memperhitungkan diri dan hak kita. Tidak memusingkan diri terhadap kepentingan pribadi lagi, bukan apa yang kita mau, tetapi apa yang Tuhan mau, apa yang Tuhan kehendaki. Menyangkal diri berarti harus membungkam keegoan kita, sehingga yang nampak bukan penonjolan diri, tetapi sifat Kristus yang terpancar dari diri kita. Menyangkal diri sangat menyakitkan, tetapi itu harus dilakukan, agar sifat Kristus nampak di dalam kita. Orang percaya disebut sebagai surat Kristus yang dapat dibaca oleh semua orang, terbuka, jujur dan berintegritas.

Menyangkal diri juga berarti dapat menguasai diri. Bagaimana kita dapat menguasai diri? Untuk hal ini perlu pengenalan diri yang benar (Know your self). Seseorang dapat mengenal diri, jika dia sudah mengenal Allah. Orang yang sudah kenal diri maka dia menjadi orang yang dapat menerima diri (be your self). Menyangkal diri tidak berarti menyangkal identitas kita sebagai anak-anak Tuhan. Akan tetapi justru, dalam situasi yang tidak kondusif sekalipun, kita harus tetap berani, berkata I am a Christian. Saya tidak malu menjadi pengikut Kristus. Banyak pemuda yang tidak dapat menyangkal diri, sehingga gaya hidupnya tidak beda dengan orang diluar Kristen. Pemuda Kristen mestinya hidup menurut nilai-nilai rohani, sesuai Alkitab. Pemuda Kristen harus berani tampil beda dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. Tampil beda bukan berarti jadi aneh-aneh, tapi menunjukkan identitas Kristen. Misalnya: Jika orang lain menganggap seks pra nikah sudah gaya hidup biasa, kita harus tegas berkata tidak. Yusuf ketika dia digoda oleh Nyonya besar alias tante girang, ia dengan tegas berkata: Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah? (Kej.39:9). Dia bersikap tegas: No to Sin. Contoh lain, dalam hal doa atau ibadah. Mungkin sebagian orang berkata, sudahlah, Tuhan tahu koq kekurangan kita, jadi tidak usah terlalu rohani. Namun Daniel, punya sikap yang jelas: Apapun yang terjadi dia tidak terkontaminasi dengan sikap kekafiran di Kerajaan Babel. Daniel tekun berdoa dan memuji Allah, bahkan dia memiliki jam-jam doa khusus, itu sudah menjadi gaya hidup Daniel (Daniel 6:11). Bagaimana dengan anda?


Tanggung jawabku: Memikul Salib


Di sini yang dimaksud bukan mengatakan bahwa kita harus memakai tanda salib. Memikul salib jangan kita mengerti hanya di cela, dihina, dijelekkan atau difitnah sebagai orang Kristen.Akan tetapi harus ingat kembali konteks mula-mula orang memikul salib. Orang yang sedang memikul salib itu berarti sedang menuju kematian. FF.Bruce mengatakan bahwa pada waktu Yesus berusia 12 tahun, ada pemberontakan yang dipimpin oleh seorang bernama Yehuda atau Yudas. Pemberontakan itu akhirnya dipadamkan oleh prajurit Romawi. Orang yang tertangkap itu diberi hukuman yang paling mengerikan: salib. Orang yang akan disalib diarak-arak memikul patibulum berjalan menuju tempat kematian. Dengan kata lain, memikul salib berarti apa? Berarti kita mati terhadap diri sendiri dan kita siap mati. Kita sedang dibawa ke tempat pembantaian. Pengertian ini diterima oleh Rasul Paulus, Dia mengatakan, Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari (Rom.8;36). Setiap hari kami seperti sedang dibawa kepambantaian, untuk dibinasakan, untuk dibunuh. Setiap hari, dalam tubuh kami, kami membawa kematian Kristus. Ini yang digambarkan tentang memikul salib, bukan sekadar penderitaan ringan.

Ada penafsir mengatakan ini bukan berarti kita tidak memiliki kesenangan sama sekali. Orang Kristen digambarkan sebagai orang yang selalu berjalan tertunduk, selalu serius, tidak pernah tersenyum, selalu mengerutkan keningnya. Tidak lah demikian. Orang Kristen adalah orang yang menikmati kehidupan. Beberapa penafsir menambahkan dalam illustrasi mereka, mereka mengatakan memikul salib itu bukan berarti menyangkal kesenangan dalam hal-hal yang bersifat intelektual. Sekolah tinggi-tinggi boleh, tetapi motivasi harus jelas: saya mau melayani Tuhan lebih sungguh (Kol.3:23). Memikul salib adalah satu keindahan. Hal ini sulit kita bayangkan, jika kita tidak mengalaminya. Rasul Paulus berkata ia ingin serupa Kristus dalam kematianNya (Fil.3:10).

Kita harus sadari bahwa memang kita tidak bisa mempertahankan diri, tidak bisa mempertahankan kesehatan kita. Orang bisa kelihatan sehat, tiba-tiba mati mendadak, jadi harus siap senantiasa. Oleh karena itu, kita harus menyangkal diri setiap hari, memikul salib seperti orang yang siap dihukum, mengerjakan sebaik mungkin apa yang Tuhan mau, sebab esok belum tentu kita hidup. Setiap hari makin cinta Tuhan, makin berguna bagi kerajaan-Nya.

Saya mulai memikirkan bahwa ada orang yang mengaku orang Kristen, mungkin penginjil, pendeta, majelis, tetapi Tuhan menyangkal dia pada akhir zaman: Aku tidak kenal kamu, enyahlah dari padaku, kamu sekalian pembuat kejahatan (Mat. 7:21-23). Ini merupakan suatu koreksi atau peringatan kepada kita. Kalau kita sungguh-sungguh orang Kristen harus menjadi orang yang bertanggungjawab dan sedia berkorban, berjuang hingga dapat mengakhiri pertandingan hidup dengan baik.


Komitmenku: Mengikut Dia setiap hari


Yesus berkata: Mari ikutlah Aku. Kalimat ini adalah undangan special yang membutuhkan respon dari kita. Ikut berbeda dengan ikut-ikutan. Ikut-ikutan belum tentu menjadi bagian dari anggota. Ikut berarti ada kesiapan. Kesiapan yang menuntut ketaatan pada Yesus. Yesus yang menjadi Kepala atau pemimpin hidup kita. Dia menjadi teladan agung kita. Pemimpin agung yang berhati mulia meski penuh dengan kesederhanaan. Pemimpin yang memiliki visi dan misi yang pasti. Pemimpin yang memiliki proyek terbesar di dunia dan di surga.

Suatu kali dalam suatu penerbangan menuju Amerika, dua orang pria duduk berdampingan. Mereka mulai berkomunikasi. Pria A mulai bercerita tentang profesinya sebagai pengusaha yang cukup sukses. Dia menjadi manajer dibeberapa perusahaan yang telah membuka cabang di beberapa Negara. Dengan bangga dia menceritakan tentang keberhasilannya. Pria B hanya senyum-senyum saja. Pria A penasaran akan senyum teman disampingnya. Lalu dia bertanya, saya sudah menceritakan diri saya, bapak ini siapa dan bekerja di mana? Lalu dengan tenang dia menjawab: Saya bekerja di proyek terbesar di dunia, manajer saya adalah manajer terkemuka di dunia. Dan proyek yang saya kerjakan tidak ada habis-habisnya. Pria A cukup kaget dan penasaran, apa sebenarnya profesinya. Lalu pria B berkata, saya adalah Pendeta yang melaksanakan proyek misi Tuhan yang bernilai kekal. Yesuslah yang menjadi manajernya. Pria A sedikit tersipu-sipu, karena dia dengan sombongnya memperkenalkan diri.

Kita hidup di zaman ini, Tuhan tidak pernah salah menghadirkan kita di bumi ini. Dia memiliki rencana yang indah bagi setiap anak-anakNya. Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan bagi kita, tetapi rancangan masa depan yang penuh harapan dan damai sejahtera (Yer.29:11). So What? Life style apa yang kita mau? Teladanilah Yesus, manusia sejati. Stephen Tong pernah berkata: bahwa kita sebagai generasi muda yang hidup di zaman ini, kita tidak hanya pewaris sejarah, karena kalau hanya pewaris kita bisa terlindas zaman, tetapi kita juga harus menjadi penganalisa bahkan menjadi penantang zaman. Artinya posisi kita sebagai anak Tuhan, harus sebagai pembawa perubahan di tengah zaman. Berani menyatakan kebenaran tanpa kompromi, menegakkan disiplin penuh kasih, menolak dosa atau takut berbuat dosa dan takut akan Tuhan.

Jadi gaya hidup anak-anak Tuhan, harus berpusat kepada Kristus, siap menyangkal diri, memikul salib dan ikut Dia setiap hari. Inga, inga... No Cross, No Crown. Ada salib, ada mahkota. Hidup akan lebih berarti, jika kita mengerti untuk apa kita hidup, yakni untuk memuliakan Tuhan. Jika Tuhan berkata: Nyawa-Ku kuberikan padamu, apa yang kau berikan pada-Ku? Apa jawaban Saudara dan saya?

Pdt. E. Andi Silalahi

Tidak ada komentar:

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...