Senin, 21 September 2009

MURID KRISTUS YANG SEJATI

MURID KRISTUS YANG SEJATI

Matius 16:24

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”.

Pendahuluan

Matius 16: 24 merupakan bagian dari percakapan Yesus dengan murid-murid-Nya perihal penderitaan yang akan dialami-Nya. Setelah Kristus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus menderita, selanjutnya Ia memberitahu murid-murid-Nya bahwa mereka juga harus ikut menderita, dan harus selalu sedia untuk itu. Konteks sebelumnya, didahului dengan pengakuan Petrus akan Yesus, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Lalu Yesus berkata kepada Petrus, berbahagialah engkau Simon bin Yunus karena Bapa di surga yang memberitakan ini kepadamu. Saat itu Petrus memberi jawaban yang benar. Dan kemudian Tuhan Yesus mengatakan juga, di atas batu karang ini/di atas petra, bukan petros, (di atas pengakuan iman yang benar, doktrin yang benar), Aku akan mendirikan jemaat-Ku (Baca: Mat.16: 16-18).

Akan tetapi kemudian, di dalam ayat 22-23, kita menemukan peristiwa yang kontras dengan pengakuan Petrus sebelumnya. Petrus menjadi batu sandungan bagi Kristus, karena ternyata apa yang dipikirkan Petrus tidak sinkron dengan pikiran Allah, secara khusus berkaitan dengan maksud kedatangan Kristus ke dunia. Itulah sebabnya Yesus berkata: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”(ay.24). Di dalam Matius 16:24 terdapat asas-asas pemuridan; apa artinya murid dan syarat-syarat murid Kristus. Berdasarkan asas-asas tersebutlah setiap murid akan memperoleh kehormatan dan manfaat sebagai murid. Menjadi murid Kristus berarti menjadi pengikut Kristus. Ketika Kristus memanggil para murid-Nya, Ia mengucapkan kata-kata perintah, “Ikutlah Aku” (come after me). Murid Kristus yang sejati adalah seorang yang mengikut Dia dalam menjalankan tugas, dan akan terus mengikut Dia, sampai mencapai kemuliaan-Nya. Seorang murid ibarat seekor domba yang mengikuti gembalanya, seperti seorang pelayan yang mengikut tuannya atau prajurit yang mengikut komandannya. Ia seorang yang berjalan, di jalan yang sama yang dilalui Kristus dan tunduk kepada perintah-Nya. Ada tiga syarat menjadi murid Kristus yang sejati, yakni: Menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus.

Sikapku: Menyangkal Diri (Deny Myself)

Apa yang dimaksud dengan menyangkal diri? Menyangkal diri boleh diartikan; tidak mengindahkan, tidak respons pada kesenangan diri sendiri. Walaupun murid-murid Yesus sudah cukup lama hidup bersama-sama dan pelayanan bersama, namun rupanya konsep mereka terhadap Yesus sang Mesias ini masih salah. Konsep pemikiran mereka seperti yang dituduhkan Yesus terhadap Petrus, mereka itu masih duniawi. Bagi Yesus, apa yang dilakukan Petrus terhadap dirinya adalah merupakan penghalang atau batu sandungan. Itu sebabnya pada ayat 24 Yesus dengan tegas sekali mengatakan "Setiap orang yang mau mengikut Aku ia harus menyangkal diri". "Setiap orang" di sini berarti siapapun juga, tidak ada kecuali atau yang mendapat dispensasi (prioritas). Ingat bahwa pada jaman itu mengikut Yesus berarti murid- murid Yesus harus mengiringnya menuju Yerusalem tempat Yesus menjalani penderitaan, namun pada saat ini tentu bukan lagi masalah Yerusalem.

Syarat seorang pengikut Yesus yakni harus "Menyangkal Diri". Terjemahan lain untuk "menyangkal diri" adalah tidak lagi memikirkan kepentingannya sendiri (BIS). Seorang penafsir berkata: menyangkal diri berarti “tidak kenal diri lagi”. Tidak memperhitungkan diri dan hak pribadi. Tidak memusingkan diri terhadap kepentingan sendiri, tetapi lebih berorientasi kepada kepentingan orang banyak. Menyangkal diri berarti juga membungkam keegoan, sehingga yang nampak ke permukaan bukan penonjolan diri, tetapi sifat Kristus yang terpancar dari diri kita. Menyangkal diri juga berarti dapat menguasai diri. Tidak serakah, tidak gila jabatan ataupun penghormatan. Bagaimana kita dapat menguasai diri? Untuk hal ini perlu pengenalan diri yang benar (Know your self). Seseorang dapat mengenal diri, jika dia sudah mengenal Allah (knowing God) dengan benar. Orang yang sudah kenal diri maka dia menjadi orang yang dapat menerima diri (be your self). Menyangkal diri tidak berarti menyangkal identitas kita sebagai anak-anak Tuhan. Akan tetapi justru, dalam situasi yang apapun, kita harus tetap berani, berkata I am a true Christian. Tuhan Yesus tidak meminta kita hidup asketis akibat penyangkalan diri ini, misalnya tidak makan daging tertentu, selibat terpaksa, menyiksa diri kita dan sebagainya. Menyangkal diri boleh dikatakan seperti kita berani berkata tidak untuk "perbuatan tertentu" yang dulunya kita tidak dapat menolaknya, padahal situasi itu kita sangat sukai.

Ada seorang teolog (Agustinus) memberikan penyataan demikian :
Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa : bisa tidak berdosa (posse non peccare)

Setelah Kejatuhan : Tidak bisa tidak berbuat dosa (non posse non peccare)
Setelah Penebusan oleh Kristus : bisa berbuat dosa (posse peccare)

Pemuliaan akhir: tidak bisa berbuat dosa (non posse peccare)

Hidup di dalam penyangkalan diri adalah hidup di dalam anugerah penebusan Kristus. Itu berarti hidup yang di dalamnya ada perubahan yang nyata. Mengingat kembali masa lalu kita, rasanya kita malu kalau saat ini kita boleh bersama dengan Tuhan. Namun orang yang menyangkal diri dan mengikut Tuhan ia harus tinggalkan masa lalunya. Benar, dahulu hidup kita seperti seorang penjahat atau lebih kasar seperti "bajingan". Tetapi tatkala Yesus mengatakan , Ayo ikut Aku? Artinya segala-galanya yang berhubungan dengan kehidupan masa lalu yang buruk itu harus disingkirkan.

Jadi, menyangkal diri berarti belajar mengatakan “tidak” kepada keinginan atau kehendak diri sendiri, dan mengatakan “ya” kepada kehendak Allah. Seorang murid adalah seorang yang mengerti kehendak gurunya dan siap melakukan perintah atau kehendak gurunya. Untuk itu seorang murid harus terus menerus “belajar” dan “mau diajar” oleh Firman Allah dan melalui “komunikasi rutin”.

Tanggung jawabku: Memikul Salib (Take up My Cross)

Dasar kata yang dipakai untuk kata "Memikul Salib" di sini dapat diterjemahkan dengan membawa atau mengangkat (take up). Banyak terjemahan yang menerjemahkan dengan "membawa " dan "mengangkat". Mengapa dikatakan memikul salib? Tentu berbeda dengan jaman sekarang, salib dibuat seperti mainan, dipakai sebagai kalung, anting-anting dan yang kelewatan dipasang di pusarnya.

Sebenarnya salib itu adalah salah satu alat yang digunakan oleh orang Romawi untuk menjalankan hukuman mati terhadap seseorang yang berbuat kejahatan. Salib dianggap sebagai alat untuk mendatangkan kematian dengan cara yang pelan namun sangat menyakitkan. Orang Romawi biasanya menggunakan salib untuk menghukum mati budak atau orang asing. Orang yang dijatuhi hukuman diharuskan memikul salib atau balok lintang ( atau balok mendatar) ke tempat eksekusi. Pada jaman Yesus, masyarakat sering melihat orang-orang yang disalib, sehingga dijadikan lambang kehidupan orang percaya.

Memikul salib jangan kita mengerti hanya di cela, dihina, dijelekkan atau difitnah sebagai orang Kristen.Akan tetapi harus ingat kembali konteks mula-mula orang memikul salib. Orang yang sedang memikul salib itu berarti sedang menuju kematian. FF.Bruce mengatakan bahwa pada waktu Yesus berusia 12 tahun, ada pemberontakan yang dipimpin oleh seorang bernama Yehuda atau Yudas. Pemberontakan itu akhirnya dipadamkan oleh prajurit Romawi. Orang yang tertangkap itu diberi hukuman yang paling mengerikan: salib. Orang yang akan disalib diarak-arak memikul patibulum berjalan menuju tempat kematian. Dengan kata lain, memikul salib berarti apa? Berarti kita mati terhadap diri sendiri dan kita siap mati. Kita sedang dibawa ke tempat pembantaian. Pengertian ini diterima oleh Rasul Paulus, Dia mengatakan, Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari (Rom.8;36). Setiap hari kami seperti sedang dibawa kepembantaian, untuk dibinasakan, untuk dibunuh. Setiap hari, dalam tubuh kami, kami membawa kematian Kristus. Ini yang digambarkan tentang memikul salib, bukan sekadar penderitaan ringan.

Ada penafsir mengatakan ini bukan berarti kita tidak memiliki kesenangan sama sekali. Orang Kristen digambarkan sebagai orang yang selalu berjalan tertunduk, selalu serius, tidak pernah tersenyum, selalu mengerutkan keningnya. Tidaklah demikian. Orang Kristen adalah orang yang menikmati kehidupan. Beberapa penafsir menambahkan dalam illustrasi mereka, mereka mengatakan memikul salib itu bukan berarti menyangkal kesenangan dalam hal-hal yang bersifat intelektual. Sekolah tinggi-tinggi boleh, tetapi motivasi harus jelas: saya mau melayani Tuhan lebih sungguh (Kol.3:23). Memikul salib adalah satu keindahan. Hal ini sulit kita bayangkan, jika kita tidak mengalaminya. Rasul Paulus berkata ia ingin serupa Kristus dalam kematianNya (Fil.3:10). Penderitaan adalah bagian integral seorang murid sejati, dan penderitaan oleh karena nama Kristus merupakan kasih karunia Tuhan (Fil.1:29).

Kita harus sadari bahwa memang kita tidak bisa mempertahankan diri, tidak bisa mempertahankan kesehatan kita. Orang bisa kelihatan sehat, tiba-tiba mati mendadak, jadi harus siap senantiasa. Oleh karena itu, kita harus menyangkal diri setiap hari, memikul salib seperti orang yang siap dihukum, mengerjakan sebaik mungkin apa yang Tuhan mau, sebab esok belum tentu kita hidup. Setiap hari makin cinta Tuhan, makin berguna bagi kerajaan-Nya.

Saya mulai memikirkan bahwa ada orang yang mengaku orang Kristen, mungkin penginjil, pendeta, majelis, tetapi Tuhan menyangkal dia pada akhir zaman: Aku tidak kenal kamu, enyahlah dari padaku, kamu sekalian pembuat kejahatan (Mat. 7:21-23). Ini merupakan suatu koreksi atau peringatan kepada kita. Kalau kita sungguh-sungguh orang Kristen harus menjadi orang yang bertanggungjawab dan sedia berkorban, berjuang hingga dapat mengakhiri pertandingan hidup dengan baik.

Komitmenku: Mengikut Dia (Follow HIM)

Kata mengikut AKu ini di dalam bahasa Yunaninya dipakai kata ovpi,sw yang artinya di belakang (bnd. Matius 10 :38). Ternyata untuk mengikut Yesus ada syarat yang cukup berat. Tidak ada kesempatan untuk negosiasi atau KKN (sogok). Itu sebabnya walaupun pemuda yang datang itu adalah orang kaya, tetap saja pulang dengan tangan hampa. Karena bagi pemuda itu, tugas yang diberikan Tuhan Yesus itu sangat berat. Mengikut Yeus di sini juga boleh diartikan sebagai "Menjadi murid", "Menjadi pengikut-Nya" atau "Mereka pergi bersamanya" Jadi bisa dibayangkan apa yang segera harus lakukan seorang pengikut Yeus : Tinggalkan pekerjaannya, tinggalkan orang tua, tinggalkan sanak saudara, tinggalkan rumah, tinggalkan harta kekayaan, tinggalkan kawan-kawan, tinggalkan kampung halaman, tinggalkan segala-galanya. Oh , tidak gampang bukan? Apa yang dapat kita pelajari? Seorang pengikut Yesus harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus. Jadi, beranikah kita mengambil konsekwensi ini? Meninggalkan apa yang kita suka dan senangi. Billy Graham mengatakan :"Keselamatan itu gratis, tetapi untuk menjadi murid ada harga yang dituntut , yakni segala sesuatu yang anda miliki".

Yesus berkata: Mari ikutlah Aku. Kalimat ini adalah undangan spesial yang membutuhkan respons dari kita. Ikut berbeda dengan ikut-ikutan. Ikut-ikutan belum tentu menjadi bagian dari anggota. Ikut berarti ada kesiapan. Kesiapan yang menuntut ketaatan pada Yesus. Yesus yang menjadi Kepala atau pemimpin hidup kita. Dia menjadi teladan agung kita. Pemimpin agung yang berhati mulia meski penuh dengan kesederhanaan. Pemimpin yang memiliki visi dan misi yang pasti. Pemimpin yang memiliki proyek terbesar di dunia ini.

Penutup

Kita hidup di zaman ini, Tuhan tidak pernah salah menghadirkan kita di bumi ini. Dia memiliki rencana yang indah bagi setiap anak-anakNya. Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan bagi kita, tetapi rancangan masa depan yang penuh harapan dan damai sejahtera (Yer.29:11). Tuhan memanggil dan memilih kita menjadi murid-murid-Nya. So What? Teladanilah Yesus, sang Guru Agung. Stephen Tong pernah berkata: bahwa kita sebagai generasi yang hidup di zaman ini, kita tidak hanya pewaris sejarah, karena kalau hanya pewaris kita bisa terlindas zaman, tetapi kita juga harus menjadi penganalisa bahkan menjadi penantang zaman. Artinya posisi kita sebagai murid Yesus, harus sebagai pembawa perubahan di tengah zaman. Berani menyatakan kebenaran tanpa kompromi, menegakkan disiplin penuh kasih, menolak dosa atau takut berbuat dosa dan takut akan Tuhan.

Jika kita membaca Luk.9:57-62, kita melihat tiga jenis murid yang mau mengikuti Tuhan Yesus namun mengajukan syarat. Murid pertama kelihatan begitu antusias, namun tanpa persiapan dan perhitungan (ay.57-58). Yang kedua menganggap menjadi murid Kristus adalah hal yang sekunder (ay.59-60). Yang ketiga terlalu perhitungan akibatnya menjadi setengah hati (ay.61- 62). Ketiga-tiganya hendak menjadi murid Kristus dengan mengajukan syarat. Tuhan Yesus menuntut komitmen yang tanpa syarat, karena masalah menjadi murid adalah masalah utama yang tak bisa ditawar, maupun diperbandingkan dengan apapun di dunia ini. Jadi gaya hidup murid Kristus, harus berpusat kepada Kristus, siap menyangkal diri, memikul salib dan ikut Dia setiap hari. Ingatlah, No Cross, No Crown. sebaliknya “ada salib, ada mahkota”. Hidup akan lebih berarti, jika kita mengerti untuk apa kita hidup, yakni untuk memuliakan Tuhan. Jika Tuhan berkata: Nyawa-Ku kuberikan padamu, apa yang kau berikan pada-Ku? Apa jawaban Saudara?

Tidak ada komentar:

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...