Jumat, 31 Juli 2009

Melayani untuk Hidup atau Hidup untuk Melayani?

(Sebuah Refleksi Pelayanan Imam Eli berdasarkan 1 Samuel 2: 11-36)

Oleh: Pdt. Andi Silalahi

Abstraksi:

Alkitab yang kita percayai sebagai Firman Allah mengungkap fakta tentang keberhasilan dan juga kegagalan dalam pelayanan. Menyatakan contoh-contoh konkret panggilan pelayanan dari tokoh-tokoh penting sepanjang sejarah Alkitab. Salah satunya adalah Eli. Eli adalah seorang imam di Rumah Tuhan di Silo (1: 3,7,9). Eli mempunyai dua orang anak, yaitu Hofni dan Pinehas. Mereka juga bertugas sebagai imam di Silo (1:3). Eli memerintah sebagai hakim selama 40 tahun di Israel (4:18). Tuhan menjatuhkan hukuman kepada Eli dan keluarganya, oleh karena kegagalannya menegakkan hukum Tuhan. Akhir hidupnya sangat mengenaskan, Eli mati setelah jatuh dari kursi, telentang dan batang lehernya patah (4:18).

Dosa-dosa Keluarga Eli dalam Pelayanan

Di dalam perikop 1 Samuel 2: 11-26, kita dapat mencatat dosa-dosa yang telah dilakukan oleh anak-anak Eli.

- Pertama, dalam ayat 12 dikatakan bahwa mereka tidak lagi mengindahkan Tuhan. Mereka adalah orang dursila atau orang jahat. Mereka tidak jujur dan tidak mau taat pada aturan. Bahkan mereka menghujat Allah (3:13).

- Kedua, mereka tidak mengindahkan batas-batas hak seorang imam (ay. 13). Mereka tidak hanya meminta bagian yang seharusnya menjadi milik si pemberi persembahan, tetapi dalam beberapa kasus mereka justru mengambil bagian yang seharusnya diberikan kepada Tuhan.

- Ketiga, mereka serakah dan curang (ay. 13-14). Garpu yang dipakai untuk mengolah persembahan biasanya bergigi satu saja. Tetapi karena keserakahan mereka, mereka membawa garpu bergigi tiga.

- Keempat, mereka melakukan perzinahan (ay. 22). Mereka tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan kekudusan tempat ibadah. Itu adalah dosa besar.

Anda tahu kira-kira apa yang kemudian dilakukan Eli terhadap anak-anaknya? Bagaimana respons/tanggapan Eli? Apakah Eli menghajar mereka? Menghukum dan memarahi mereka? Semua itu tidak dilakukan oleh Eli. Alkitab mencatat bahwa Eli hanya mempertanyakan tindakan anak-anaknya, "Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Janganlah begitu, anak-anakku…" (ay. 23-24). Sebagai orangtua, Eli tidak tegas, Eli begitu lembek di dalam mendidik anak-anaknya. Eli bertindak kompromi dengan kejahatan. Mendengar anak-anaknya tidak lagi mengindahkan Tuhan, melihat anak-anaknya sejak kecil berlaku serakah dan curang, bahkan mendengar anak-anaknya melakukan perzinahan di tempat ibadah, Eli hanya mempertanyakan dan sekedar menasihati mereka. "Janganlah begitu, anak-anakku…" Eli sama sekali tidak memarahi mereka. Dari mana kita tahu? Dari firman Tuhan sendiri. Dalam pasal 3:13, Tuhan sendiri yang berfirman: "Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!" Eli lebih menghormati anak-anaknya dari pada Tuhan (ay.29). Tidak ada ketegasan dalam mendidik anak. Ketidaktegasan Eli sebagai orangtua dipandang bersalah oleh Tuhan.

Selain itu, Alkitab mencatat bahwa, Eli juga memandang dengan loba korban sembelihan (ay.29) ini adalah dosa keserakahan. Eli adalah orang yang melayani Tuhan, yaitu sebagai Imam bagi bangsa Israel. Tetapi Imam Eli adalah seorang yang tidak memiliki ketajaman rohani. Begitu tumpul penglihatan rohaninya, sehingga ia tidak dapat membedakan apakah seseorang itu sedang mabuk atau sedang berdoa (1 Sam. 1:14-15). Ketumpulan rohaninya ini disebabkan ia melayani Tuhan, tetapi menyimpan dosa. Dosa Imam Eli adalah keserakahan. Ia melayani sebagai Imam, tetapi seorang yang tamak terhadap korban sembelihan Tuhan, atau istilah sekarang adalah, cinta uang.

Melayani Tuhan dengan jabatan tertentu dalam jemaat, sambil menyimpan hati yang cinta uang, adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Orang-orang Farisi di zaman Tuhan Yesus adalah orang-orang yang cinta uang (Lukas 16:14). Kecintaan orang Farisi terhadap uang adalah salah satu sebab utama mengapa mereka tidak dapat mengenal, bahwa Yesus adalah seorang yang diutus Allah. Cinta uang membutakan penglihatan rohani atau kepekaan terhadap Tuhan.

Ingatlah! Penglihatan keledai bisa lebih tajam dari pada penglihatan rohani seorang nabi yang cinta uang. (bnd. kasus Bileam dalam Bilangan 22:21-34).

Dosa-dosa Keluarga Eli bisa disimpulkan yaitu: Dosa menghujat Allah, perzinahan/melanggar kekudusan Allah, keserakahan/cinta uang, tidak peka rohani, kompromi dengan kejahatan, kehilangan kasih mula-mula, ketidaktegasan dalam mendidik anak.

Akibat dosa, pelayanan gagal

Dalam 1 Sam.2: 27-36, kita dapat membaca nubuat yang ditujukan kepada Eli dan keluarganya, sebagai akibat dosa yang mereka lakukan. Nubuat tersebut menjadi kenyataan.

Apa yang terjadi?

- Tuhan menggugurkan atau membatalkan janjiNya bahwa keluarga Eli dan kaumnya akan hidup selamanya dihadapan Tuhan, dan tidak ada seorang kakek dalam keluarga itu (1 Samuel 2:30,31). Jika seorang bapa telah tumpul secara rohani, bagaimana dengan anak-anaknya ? Demikianlah yang terjadi dengan anak-anak Imam Eli. Mereka adalah anak-anak yang tidak mengindahkan Tuhan (I Sam. 2:12). Dosa imam Eli ini sangat fatal. Sebenarnya Imam Eli tidak lagi dapat disebut melayani Tuhan, karena tidak mungkin orang dapat mengabdi kepada dua tuan (Lukas 16:13). Dan dalam kondisi Imam Eli yang tidak melayani Tuhan lagi, wajarlah jika ia lebih menghormati anak-anaknya dari pada menghormati Tuhan. Dan dosa yang inilah yang menyebabkan Tuhan mengutus nabiNya untuk menegaskan bahwa keluarga Eli tidak dapat hidup lagi dihadapan Allah dan melayaniNya (I Sam 2:30-36). Sungguh kegagalan yang sangat menyedihkan. Apalagi yang membuat suatu keluarga hancur, selain tidak diperkenankan Tuhan melayaniNya. Semua ini berawal dari dosa cinta uang. Tepatlah firman Tuhan yang mengatakan bahwa, "akar segala kejahatan ialah cinta uang" Dosa awal Imam Eli yaitu cinta uang, berkembang sedemikian menjadi dosa lebih menghormati anak-anaknya dari pada Tuhan. Rupanya, perkembangan dosa seperti ini, dapat membatalkan janji Allah yang pernah diucapkan untuk keluarga Imam Eli (I Sam. 2:30).

- Kedua anaknya, Hofni dan Pinehas, akan mati pada hari yang sama(1 Samuel 2:34), yaitu dalam medan peperangan melawan orang Filistin (1 Samuel 4:11). Ketika Eli tahu, kedua anaknya tewas dan tabut Allah telah direbut orang Filistin, dia jatuh dari kursi, lehernya patah dan mati (1 Samuel 4:18). Menantu perempuan, istri dari Pinehas yang sedang hamil tua, ketika mendengar suami dan mertuanya mati, dia bersalin. Dan anaknya diberi nama Ikabod, yang berarti : telah lenyap kemuliaan Allah dari Israel, karena tabut Allah telah dirampas dan karena mertuanya dan suaminya.(1 Samuel 4:19-22).

Kesimpulannya:

Pelayanan Gagal, keluarga hancur berantakan. Kegagalan Imam Eli dan kedua anaknya tersebut, mereka menjadi Imam dan Hakim karena keturunan semata dan bukan karena panggilan yang berangkat dari ketulusan hati. Bahkan mereka meremehkan jabatan-jabatan yang mulia itu. Mereka menyelewengkan jabatan dengan menggunakan konsep: Melayani untuk Hidup bukan Hidup untuk Melayani.

Aplikasi

Ketika anak-anak kita tidak lagi hidup takut akan Tuhan, kita harus bertindak tegas terhadap mereka. Karena kalau tidak, maka sebenarnya kita sedang mencetak anak yang kelak akan membuat malu nama baik kita sendiri, dan terlebih lagi mempermalukan nama Tuhan. Di tengah keluarga harus ada disiplin. Firman Tuhan dalam Amsal 13:24 berkata, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Amsal 29:15, "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya (orangtuanya). Charles Williams, seorang pakar di bidang anak, mengatakan bahwa, "Anak kecil yang berusia 2 tahun adalah majikan Anda, pada usia 10 tahun adalah budak Anda, pada usia 15 tahun adalah kembaran Anda, dan setelah itu kawan Anda atau musuh Anda, tergantung bagaimana Anda membesarkannya." Oleh karena itu, jangan segan-segan untuk menggunakan rotan/tongkat jika memang perlu, mintalah hikmat kepada Tuhan kapan kita harus menggunakannya.

Di dalam film Gladiator, diceritakan bahwa Sang Kaisar yang sudah sangat tua ingin mencari pengganti dirinya. Sang Kaisar sebenarnya mempunyai anak laki-laki yang sangat berambisi ingin menggantikannya namanya Commodus. Namun sang Kaisar menganggap anaknya tidak pantas menggantikan dirinya karena ia hidup amoral. Berikut ini adalah cuplikan dialog sang Kaisar dengan anaknya. Dengan berat hati ayahnya berkata, "Kau tak kan menjadi kaisar anakku. Aku telah memilih jenderal Maximus untuk menggantikan aku." Mendengar jawaban itu Commodus sangat kecewa. Mereka berdua menangis, dan sambil memeluk anaknya sang kaisar mengatakan sebuah kalimat yang sangat menyentuh hati saya. Sambil menangis sang ayah berkata, "Anakku, kesalahanmu sebagai seorang anak adalah kegagalanku sebagai seorang ayah." Kegagalan atau kesalahan seorang anak kita tidak dapat dilepaskan dari kegagalan kita sebagai orangtua. Kesalahan/kegagalan Hofni dan Pinehas adalah kegagalan Eli sebagai seorang ayah. Mari kita tetap pelayanan dengan setia, baik dalam keluarga, gereja maupun di lingkungan masyarakat.

Tentang uang, bagi kita yang sedang melayaniNya, kiranya kita menjaga hati kita agar tidak menjadi cinta uang. Kekayaan ataupun uang itu sendiri, tidaklah jahat. Hati yang mencintai uang, itu yang sangat buruk. Juga, jangan kita berpikir bahwa janji Tuhan tidak dapat dibatalkan. Dari kegagalan keluarga Imam Eli, kita dapat melihat bahwa dosa cinta uang yang dibiarkan berkembang, dapat membatalkan janji Allah. Semoga para ”imam/pelayan” memerhatikan hal ini.

Soli Deo Gloria

Tidak ada komentar:

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...