Jumat, 07 Agustus 2009

Panggilan Berkhotbah

HOMILETIKA: ILMU & PANGGILAN BERKHOTBAH

Oleh: Pdt. Andi Silalahi

Pendahuluan

Apakah gereja-gereja sekarang sedang bertumbuh?

Bagaimana dengan gereja saudara, apakah sudah bertumbuh dalam firman?

Bagaimana pengamatan saudara tentang pemberitaan Firman atau khotbah-khotbah masa kini?

Seorang ibu yang saya Tanya, menjawab: banyak pengkotbah masa kini yang muara kotbahnya kepada berkat-berkat jasmani. Berkotbah sepenggal-penggal dari Kitab Suci.

Ada pengkotbah yang semangat luar biasa, tapi tanpa penggalian Firman yang dalam. Sebaliknya ada pengkotbah yang menggali dengan baik tapi penyampaiannya kurang menarik.

Bagaimana sebuah gereja bisa maju?

  1. kita perlu strategi yang tepat (2 Tim.1:12)
  2. kita perlu doktrin yang tepat (2 Tim.1:13-14)
  3. Kita perlu orang yang tepat (2 Tim.2:2)

Dibutuhkan : Pengajar atau Pengkotbah yang siap sedia (2 Tim.4:2)

Kondisi sekarang banyak orang tidak mau dengar firman yang murni, tapi lebih senang kepada dongeng –dongeng (2 Tim.3: 3-4). Ill: baby sitter memberi anak kecil makan sambil kejar-kejaran. Gereja membutuhkan pengkotbah yang murni, yang menyampaikan kotbah yang murni. Kotbah adalah pemberitaan Firman Tuhan (Message Tuhan) kepada manusia. Kotbah adalah bagian yang sangat penting dalam gereja. Itulah sebabnya bahwa semua Hamba Tuhan dipanggil untuk pemberitaan Firman yang bertujuan untuk membangun tubuh Kristus menuju kepada kedewasaan penuh (Ef. 4: 11-12).

Pengertian Homiletika

Homiletika berasal dari kata Yunani “Homilia” yang mempunyai arti dasar; perundingan, percakapan, penguraian atau khotbah. Menurut Webter’s New Universal Unbridged Dictionary, Homiletics adalah: 1. Ilmu yang mengajarkan prinsip-prinsip yang mengatur komunikasi dari mimbar demi kebaikan rohani pendengar; studi khotbah. 2. Seni menyiapkan khotbah dan penyampaian khotbah. Homiletik berkaitan dengan penyelidikan, pembahasan, pengembangan ilmu dan praktik khotbah. Homiletik berhubungan dengan teologi (ilmu) dan seni. Dikatakan berhubungan dengan ilmu, karena dalam sebuah khotbah terdapat unsur teologi atau penafsiran Alkitab. Dikatakan berhubungan dengan seni, karena penafsiran Alkitab juga berkaitan dengan seni.

PH. Pouw mendefinisikan khotbah adalah suatu pembicaraan yang menerangkan jalan keselamatan manusia melalui Yesus Kristus, yang dilakukan oleh mulut manusia, supaya menjadi kesaksian bagi manusia yang lain. Charles W. Koller mendefinisikan khotbah sebagai prosedur yang unik di mana Allah, melalui hamba pilihanNYa turun kepada umat manusia dan membawa mereka bertatap muka dengan Dia sendiri. Berkhotbah dimulai dari pikiran Allah, konsep dari Tuhan sendiri yang telah dinyatakan dalam Alkitab untuk menyelamatkan manusia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebuah khotbah adalah sebuah uraian yang berdasarkan kebenaran Alkitab, dipersiapkan dan disampaikan dengan maksud untuk mendesak, meyakinkan pendengar-pendengar untuk percaya dan bertindak menurut kebenaran. Berkhotbah adalah memberitakan kabar kesukaan, dilakukan oleh seorang manusia Tuhan dan ditujukan kepada umat manusia.

Dalam khotbah ada 2 unsur penting yang tidak dapat dipisahkan yaitu manusia dan berita (Kepribadian dan kebenaran Firman Allah). Kelakuan oknum yang berkhotbah menjadi sebuah kesaksian yang kuat dari pada isi khotbahnya, atau dengan kata lain, khotbahnya akan berpengaruh atau berkuasa, karena diiakan dan diperkuat oleh kelakuannya. Khotbah adalah Firman Tuhan yang diterima, dirasakan dan dilakukan oleh diri sendiri kemudian diutarakan dengan tegas dan nyata, supaya menjadi kesaksian dan jalan keselamatan bagi orang lain. (Baca 1 Timotius 4: 16)

DASAR TEOLOGIS KHOTBAH

  1. Keyakinan akan Allah.

Allah pencipta itu ada dan terus ada tetapi karena dosa, manusia tidak dapat mengenal kebenaraan Allah secara benar. Keberadaan Allah yang adalah terang, keberadaan Allah yang adalah kasih, keadilan dan kedaulatan Allah, pemeliharaan dan hukuman Allah, semua yang nyata jelas dalam Alkitab, harus diajarkan dan diberitakan melalui khotbah. Manusia perlu mengenal Allah. Hanya dengan mengenal Allah, manusia akan mengerti siapa dirinya dan bagaimana harus menjalankan hidup ini. Pengenalan akan Allah akan membuat manusia bahagia (bnd. Hosea 6:6). Manusia dapat mengenal Allah karena Dia sendiri menyatakan diri-Nya kepada manusia.

  1. Keyakinan akan Alkitab.

Alkitab adalah Firman Allah dari Allah yang kekal. Allah masih dan terus akan berbicara melalui FirmanNya (Alkitab) yang berkuasa untuk mengajar, untuk menyatakan dosa dan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran Allah (2 Tim.3:16). Alkitab memiliki kuasa, karena diwahyukan dan diilhamkan oleh Allah sendiri.

  1. Keyakinan bahwa Allah bisa memakai manusia untuk kemuliaanNya.

Waktu Yesus akan meninggalkan para muridNya, Ia memberikan Amanat Agung, yaitu untuk menyaksikan pribadi dan karyaNya. Itu berarti manusia dapat menjadi alat pemberitaan Firman Allah.

  1. Keyakinan bahwa sesungguhnya manusia butuh Firman Tuhan, yakni:

- Kebutuhan akan Injil – Yesus Kristus (Rom.1:16-17).

- Kebutuhan akan ajaran yang sehat (Mzm. 119: 66, 130)

- Kebutuhan etika (Mzm. 119: 165)

- Kebutuhan untuk melayani (Ef.2:10)

- Kebutuhan untuk memuji dan menyembah Tuhan (Mzm. 119:164)

TUJUAN KHOTBAH

John Piper berkata bahwa tujuan utama sebuah khotbah adalah untuk kemuliaan Allah. Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus adalah awal, pertengahan dan akhir di dalam pelayanan khotbah (bnd. Rom. 11:36). James Stewart, mengungkapkan sebagai berikut: tujuan semua khotbah yang sejati adalah “menghidupkan kembali kesadaran dengan kekudusan Allah, memberi makan akal budi dengan kebenaran Allah, memurnikan imajinasi dengan keindahan Allah, membuka hati dengan kasih Allah, menyerahkan kehendak kepada tujuan Allah”. Dengan kata lain Allah adalah tujuan khotbah, Allah adalah dasar khotbah dan semua sarana di antara kedua hal ini dikaruniakan oleh Roh Allah.

Tujuan Khotbah dapat diklasifikasi sebagai berikut:

1. Pertobatan dan iman. Agar pendengar bertobat, artinya pendengar sadar akan dosa-dosanya, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi (bdk. Yoh.1:12). Manusia perlu mengenal Allah dengan benar agar mengerti jalan kebenaran (Yoh.14:6); manusia perlu mengenal Allah yang penuh kasih (Yoh.3:16).

2. Pengajaran atau doktrin. Mengajar pendengar mengerti Firman Tuhan agar dapat bertumbuh secara rohani. Iman bertumbuh karena Firman Tuhan.

3. Etika atau karakter. Membawa pendengar kepada perubahan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Firman Tuhan.

4. Pelayanan atau penyerahan diri. Memotivasi pendengar untuk menyerahkan hidup bagi pelayanan Tuhan.

5. Penguatan dan Penghiburan. Memberi kekuatan dan motivasi kepada pendengar untuk tetap berharap kepada Tuhan Yesus dalam berbagai pergumulan hidup.

6. Kasih. Menyatakan kasih Allah yang besar di dalam Yesus Kristus dan memotivasi pendengar untuk hidup mengasihi Tuhan dan sesama.

KUALIFIKASI PENGKHOTBAH

I Timotius 4:16 = Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.

Pengkhotbah tidak bisa dipisahkan dari khotbahnya. Pengkhotbah adalah merupakan khotbahnya (The speaker is his sermon). Ada beberapa kualifikasi pengkhotbah, yakni:

1. Ia harus dilahirkan kembali (Yoh.3: 3-7). Jika pengkhotbah belum dilahirkan kembali, khotbah semata-mata hanya profesi atau alat untuk mendapatkan nafkah hidup. Orang yang demikian hanyalah seperti orang buta yang menuntun orang buta (mat. 15:14).

2. Ia harus mengasihi Tuhan Yesus. Khotbah merupakan ungkapan kasih kepada Kristus dan ini harus menjadi motivasi kita melayani (2 Kor.5:14-15). Kasih kepada Kristus merupakan kekuatan yang memadai di tengah-tengah segala macam kesulitan (Rom.8:35-39). Harus ada hubungan pribadi dengan Tuhan.

3. Ia harus mengasihi orang-orang yang diberitakan. Kita harus menguji diri kita sendiri dalam setiap pekerjaan kita (Gal.6:4). Kasih itu lebih dari pada apa yang dapat kita katakana (1 Kor.13:1), lebih dari pada apa yang kita miliki (1 Kor.13:2) dan lebih dari pada apa yang kita berikan (1 Kor.13:3).

4. Ia harus mempunyai pengetahuan yang mendalam akan Alkitab. Seperti halnya guru matematika harus menguasai matematika. Pengkhotbah harus mengetahui Alkitab secara umum. Biasakan diri juga untuk menghafal ayat-ayat Alkitab. Seorang pengkhotbah harus mencintai Alkitab.

5. Ia harus menjadi manusia yang berdoa. Pelayanan tanpa doa akan kehilangan kepekaan terhadap suara atau pimpinan Tuhan dan kuasa.

6. Ia harus hidup suci di hadapan Allah dan manusia. Kita melayani Allah yang Mahasuci, maka pengkhotbah juga harus demikian (Yes.52:11, 1 Petrus.1:16)

7. Ia harus siap untuk pelayanan. Ia harus siap secara rohani, fisik, mental, pendidikan.

PERANAN ROH KUDUS DALAM KHOTBAH

Berkhotbah yang kena sasaran bukan hasil ilmu dan teknik saja, tetapi karena kuasa Roh Kudus. Roh Kudus memiliki peranan penting yakni:

  1. Roh Kudus memberi hikmat kepada pengkhotbah untuk menentukan nas-nas atau ayat/perikop yang akan dikhotbahkan.
  2. Roh Kudus memberikan pencerahan atau iluminasi kepada pengkhotbah dan juga pendengar.
  3. Roh Kudus menggerakkan ingatan pengkhotbah pada nas lain, ilustrasi dan penerapan praktis yang masih berkaitan dengan nas khotbah yang disampaikan.
  4. Roh Kudus memberikan keyakinan dan keberanian saat berkhotbah.
  5. Roh Kudus memberikan konsentrasi kepada pendengar pada saat khotbah disampaikan.
  6. Roh Kudus menginsafkan akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh.16:8).
  7. Roh Kudus menanamkan Firman Tuhan dalam hati pengkhotbah dan pendengar, serta memotivasi untuk melakukan dalam kehidupannya (Yes.55:11)

BEBERAPA PRINSIP DALAM BERKHOTBAH

Yang pertama, khotbah harus menyatakan otoritas dari Tuhan.

Seorang pengkhotbah yang baik perlu menyadari ketidakberdayaannya, untuk dapat mengerti bahwa kemahakuasaan Tuhanlah yang sedang bekerja pada saat ia berdiri di atas mimbar. Ia tidak perlu merasa sungkan dan minder akan kekurangannya, karena justru melalui jalan itulah kuasa Tuhan dinyatakan secara sempurna.

Yang kedua, seorang pengkhotbah menyampaikan berita (message) yang relevan bagi pendengarnya. Ada perbedaan antara message dan information. Informasi hanya berupa data, tidak harus ada kaitan yang personal, juga tidak memiliki aspek momen waktu yang krusial. Sebaliknya, message sekalipun tidak harus selalu merupakan new insights, mungkin bahkan perkataan yang kita ‘sudah’ pernah mendengarnya, namun dibutuhkan pada saat itu, karena itu adalah sapaan pribadi dari Tuhan kepada masing-masing pendengar. Tidak ada salahnya dengan new insights yang menambah wawasan pengetahuan kita lebih luas dan kaya, namun ketika seorang menyampaikan Firman Tuhan, ia melakukan lebih daripada hal itu. Seorang pengkhotbah yang diurapi memiliki kepekaan rohani untuk membicarakan kalimat-kalimat yang menyelidiki hati manusia yang terdalam, sementara ia sendiri tidak tentu tahu pergumulan pendengarnya. Relevansi message yang disampaikannya didasarkan pada iman yang sederhana atas kemahatahuan Allah yang mengenal setiap kebutuhan domba-domba-Nya.

Yang ketiga, kuasa yang mengubah (transforming power). Seorang pengkhotbah yang diurapi Tuhan tidak sekadar tampil sebagai pembicara yang menarik. Menarik adalah satu hal, menyampaikan berita yang mengubah hati dan hidup manusia adalah hal yang lain lagi. Seorang pengkhotbah yang baik tidak mempedulikan apakah khotbahnya diterima dan diakui dengan baik atau tidak, melainkan ia mendorong semua pendengarnya untuk bertumbuh menjadi dewasa.

Transforming power ini berkaitan erat dengan convincing power, sementara convincing power berkaitan dengan ketulusan dan kesungguhan kerinduan si pemberita untuk menaati apa yang ia sampaikan. Setiap pengkhotbah adalah orang berdosa yang selalu membutuhkan anugerah pengampunan Tuhan. Ia bukanlah orang yang sempurna dalam pengertian kesempurnaan yang mutlak kelak di sorga. Ia bahkan kadang juga gagal dalam kesaksian untuk menjadi teladan atas apa yang ia khotbahkan. Namun kesempurnaannya terutama terletak pada sikap hatinya yang menjadikan dirinya sendiri sebagai pendengar yang pertama terhadap khotbah yang disampaikannya.

Yang keempat, dinamika. Ini mirip dengan apa yang sudah dibahas di atas tadi, yaitu kepekaan menangkap apa yang Tuhan mau katakan pada saat itu. Seorang pengkhotbah yang baik, mempersiapkan dengan baik khotbah yang akan disampaikannya. Ia bukanlah seorang yang ‘bergantung kepada kuasa Roh Kudus’ tanpa melakukan persiapan apa-apa.

Lloyd-Jones (D. Martyn Lloyd-Jones) mengatakan agar setiap pengkhotbah mempersiapkan dengan baik khotbah yang akan disampaikan, “The great preachers have been men who prepared great sermons.” (=Pengkhotbah agung telah menjadi orang yang mempersiapkan khotbah yang agung). Namun ketika ia berdiri di atas mimbar, ia harus mempersilakan Roh Kudus untuk memegang kontrol sepenuhnya atas setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, “...though you may go into the pulpit with what you regard as an almost perfect sermon, you never know what is going to happen to it when you start preaching...” (=...meskipun Anda berdiri di atas mimbar dengan apa yang Anda anggap sebagai sebuah khotbah yang sempurna, Anda tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi ketika Anda mulai berkhotbah..., ). Dia sendiri menyaksikan bagaimana seringkali kalimat-kalimat yang terbaik yang diucapkan dalam khotbahnya justru merupakan kalimat yang tidak ada dalam persiapannya. Pengkhotbah yang terlalu bergantung pada persiapannya dan tidak terbuka pada pimpinan Roh Kudus secara mendadak di atas mimbar akan sulit untuk menyatakan dinamika ini. Sebaliknya, mereka yang hanya menantikan karya Roh Kudus namun tidak melakukan persiapan apa-apa adalah orang-orang yang tidak taat menjalankan bagian dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan kepadanya.

Dalam kaitan ini, pak Stephen Tong juga mengatakan bahwa kita perlu belajar beriman dan percaya bahwa Roh yang telah menggerakkan para nabi dan para rasul memberitakan Firman Tuhan adalah Roh yang sama yang juga dapat menggerakkan kita. Di sini, kita teringat perkataan seorang Elisa sebelum Elia terangkat ke sorga, “Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.” (2Raj. 2:9) Sayang sekali, di kalangan gereja-gereja Protestan tidak banyak pemberita-pemberita Firman yang memiliki urapan dan kuasa yang besar. Pengkhotbah-pengkhotbah yang hanya berusaha untuk menyenangkan pendengar dan jemaatnya dan tidak mencari kepenuhan kuasa dan kehadiran Tuhan dalam pelayanannya tidak mungkin dapat hidup memperkenan serta menyenangkan hati Tuhan.

Juga poin yang penting untuk diingat bahwa, seorang pengkhotbah yang baik setiap kali berdiri di atas mimbar, melihatnya sebagai kesempatan yang pertama kali, sekaligus yang terakhir kalinya. Sebagai yang pertama kali sehingga ia boleh senantiasa menjaga perasaan ketidaklayakan dan ketidakmampuan, supaya ia terus-menerus belajar bergantung kepada kuasa Tuhan. Sebagai yang terakhir kali sehingga ia berusaha untuk memberikan yang terbaik yang dapat ia berikan. Lloyd- Jones dalam bukunya Preaching and Preachers mengutip perkataan terkenal Richard Baxter, “I preach as never sure to preach again and as a dying man to dying men.” Kaitan erat antara eschatological consciousness dengan hidup yang menggunakan waktu dengan baik sudah dicatat dalam Alkitab (Ef. 5:16). Ketika seseorang belajar untuk selalu melihat setiap kesempatan sebagai kesempatan yang terakhir, ia akan mempunyai cara pandang yang berbeda dalam melakukan segala sesuatu dalam hidup ini.

Penutup

Marilah kita berjuang terus menerus untuk mengembangkan pengetahuan kita tentang firmanNya dan juga cara menyajikan Firman dengan baik dan efektif. Beritakanlah Firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dn nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran (2 Tim.4:2). Berkhotbah adalah panggilan mulia, mari kita responi dengan sungguh-sungguh. Ingatlah Yesaya 52:7, ”Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: "Allahmu itu Raja!"

Soli Deo Gloria

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Semoga jadi berkat!

Perjalanan Orang Percaya

EFESUS 5 : 1-18 Hidup adalah sebuah perjalanan. Biasanya ibu-ibu senang kalau sudah ngomong tentang jalan-jalan. Pertanyaannya, d...